Rabu, 17 Desember 2014

Bimbingan Untuk Anak Tunadaksa

2.1 Pengertian Bimbingan untuk Anak Tunadaksa
Bimbingan anak tunadaksa adalah Bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada anak yang mengalmi ketunadaksaan dalam menumbuhkan rasa percaya diri, harga diri, dan kemampuan diri untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi pada diri dan lingkungannya agar mampu mandiri.

2.2    Tujuan Bimbingan untuk Anak Tunadaksa
Tujuan layanan bimbingan bagi anak tunadaksa pada setiap satuan pendidikan luar biasa, adalah sebagai berikut :
1.         Tujuan bimbingan di TKLB
a.   Membantu anak didik agar secara sosio emosional dapat memulai masa transisi dari kehidupan di rumah ke kehidupan di lingkungan sekolah.
b.  Membantu anak tunadaksa untuk mengurangi atau menghilangkan secara bertahap kebiasaan buruk dan memupuk kebiasaan yang baik.
c.    Membantu menyiapkan perkembangan mental anak untuk masuk SD/SDLB
d.   Membantu orang tua untuk mengerti dan memahami anak sebagai individu.
e.    Membantu orang tua dalam mengenali kebutuhan anak.
f.     Membantu dalam mengatasi gangguan emosi anak yang ada hubungannya dengan kelainan anak maupun situasi keluarga di rumah.
g.  Membantu orangtua anak khususnya anak tunadaksa dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dari kelainan mereka.

2.         Tujuan bimbingan di SDLB
a. Membantu siswa tunadaksa agar secara sosio emosional dapat melalui masa transisi dari lingkungan TK/lingkungan keluarga ke lingkungan SD/SDLB.
b. Membantu siswa mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi, baik dalam kegiatan belajar maupun kegiatan pendidikan pada umumnya.
c.  Membantu siswa dalam memahami dirinya (kelebihan, kekurangan, dan kelainan yang disandang) maupun lingkungannya.
d.   Membantu siswa dalam melakukan pilihan yang tepat untuk melanjutkan pendidikan pendidikan di SLTP umum/SLTPLB.
e.   Membantu orangtua dalam mengambil keputusan untuk memilih jenis sekolah yang sesuai dengan kemampuan dari kelinan tunadaksa tersebut.
f.     Membantu orangtua dalam memahami anak dan kebutuhannya, baik sebagai makhluk individual maupun sebagai makhluk sosial.

3.         Tujuan bimbingan di SLTPLB
a.        Membantu siswa agar secara sosio emosional dapat melalui msa trasisi dari lingkungan SDLB ke lingkungan sekolah lanjutan, dan dari masa kanak-kanak ke usia remaj awal.
b.       Membantu siswa dalam memahami kehidupan di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. serta mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
c.        Membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman tentang dirinya (kelebihan, kekurangan, dan kelainan yang disandang) sehingga memiliki sikap dan perilaku yang wajar.
d.        Membantu menyiapkan perkembangan mental siswa untuk melanjutkan pendidikan k SMPLB.
e.         Membantu orangtua untuk mengerti dan memahami anak sebagai individu yang telah memasuki usia remaja awal, sehingga dapat memberikan perlakuan yang wajar.
f.         Membantu orangtua dalam mengambil keputusan mengenai jenis sekolah ataupun arah pilihan karier yang sesuai dengan kemampuan dan kelainannya serta kebutuhan yang diperlukan.

4.         Tujuan Bimbingan di SMLB
a.        Membantu siswa agar secara sosio emosional dapat dapat melalui masa transisi dari lingkungan SLTPLB ke lingkungan SMLB, serta transisi pda usia remaja.
b.  Membantu siswa untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya baik dalam perkembangan pendidikan maupun pilihan karier.
c.         Membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman tentang dirinya (kelebihan, kekurangan, dan kelainan ya g disandang) sehingga memiliki sikap dan perilaku yang wajar.
d.        Membantu menyiapkan perkembangan mental siswa untuk memasuki dunia kerja yang sesuai dengan kemampuan, keterampilan, serta kondisinya.
e.         Membantu orangtua untuk memahami anak sebagai individu yang telah memasuki usia remaja dan membantu mengambil keputusan untuk memilih jenis pekerjaan dan karier.

2.3    Prinsip-prinsip Layanan Bimbingan Anak Tunadaksa
1.    Sasaran layanan bimbingan .
a.     Bimbingan ditujukan kepada semua individu yang berkelainan tanpa memandang umur, suku, agama, dan status sosial ekonomi.
b.        Bimbingan berurusan dengan pribadi berkelainan yang unik.
c.         Bimbingan memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu yang berkelainan.
d.   Bimbingan memberikan perhatian utama kepada perbedaan individu yang berkelainan yang menjadi pokok layanannya.

2.    Permasalahan Individu
Permasalahan yang dihadapi oleh individu adalah kompleks, sedapat mungkin dikecilkan, oleh          karena itu dalam pelayanan bimbingan perlu melibatkan orangtua, sekolah, dan masyarakat.

3.    Program layanan bimbingan
a.         Layanan bimbingan merupakan bagian integral dari pendidikan dan perkembangan individu, oleh karena itu program bimbingan harus disesuaikan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik.
b.   Program bimbingan harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat dan kondisi lembaga.
c.         Program bimbingan disusun dari jenjang pendidikan yang terendah sampai yang tertinggi.
d.      Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan perlu ada kegiatan penilaian yang teratur dan terarah.

4.    Pelaksanaan layanan bimbingan
a.      Bimbingan harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahan.
b.      Dalam proses bimbingan keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh individu hendaknya atas kemauan individu sendiri, bukan atas kemauan atau desakan pembimbing.
c.        Kerjasama antar pembimbing, guru, dan orangtua sangat menentukan hasil pelayanan bimbingan.
d.       Pengembangan program pelayanan bimbingan ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hsil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan program bimbingan itu sendiri.

2.4    Ruang Lingkup Bimbingan Anak Tunadaksa
Ruang lingkup layanan bimbingan pada satuan pendidikan luar biasa, menekankan pada 4 bidang:
1.    Bimbingan pribadi-sosial
Untuk mencapai tujuan tugas perkembangan pribadi-sosial dalam mewujudkan pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab. Untuk anak tunadaksa yakni membentuk pribadi yang mandiri dan tidak selalu bergantung pada orang lain.

2.    Bimbingan belajar
Untuk mencapai tujuan tugas perkembangan pendidikan dalam mewujudkan pribadi sebagai pelajar yang efektif. Anak tunadaksa diharapkan mampu menggunakan waktu yang tersedia secara efektif untuk kepentingan pendidikan, memilih strategi belajar yang sesuai, dan dapat mencapai prestasi yang optimal.

3.    Bimbingan karier
Untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan karier dalam mewujudkan pribadi yang produktif. Diharapkan anak tunadaksa mampu untuk mengenal dan menyadari kekurangan serta kelebihan, minat, bakat, dan potensinya.

4.    Bimbingan penggunaan waktu luang
Sebagai upaya untuk membantu peserta didik dalam mengatur waktu yang tersedia seefektif mungkin. Anak tunadaksa diharapkan dapat memanfaatkan waktu luang dimanapun mereka berada, baik untuk kepentingan pengembangan pribadi-sosial, belajar, maupun karier sehingga tidak banyak waktu yang terbuang sia-sia tanpa digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat.

2.5    Pendekatan Bimbingan Anak Tunadaksa

        Pendekatan layanan bimbingan yang paling tepat dilaksanakan disekolah adalah bimbingan yang bersifat mengembangkan. Disamping itu pelaksanaan layanan bimbingan perlu digunakan pendekatan terpadu, yakni terpadu dengan seluruh kegiatan pedidikn disekolah baik kurikulum maupun ekstra kulikuler.

       Kecacatan yang dialami anak tunadaksa adalah heterogen dan kompleks sehingga persoalan-persoalan yang muncul pada masing-masing anak selalu bervarisi bik macam maupun derajat kualitasnaya. Oleh karena itu diperlukan tehnik pendekatan yang mampu menangani dan mengantisipasi masalah-masalah yang timbulpada diri anak tunadaksa di sekolah dengan menggunakan pendekatan tim atau dengan istilah lain pendekatan multidisipliner.
 
Pendekatan multidisipliner yang dirancang dalam penyelenggaraan pendidikan, dimaksudkan untuk menigkatkan layanan yang dibutuhkan oleh anak-anak tunadaksa. Dalam pendekatan multidisipliner ini melibatkan banyak ahli-ahli yang profesional dalam bidangnya masing-masing. Dalam bekerja mereka ada yang bersama-sama dan ada pula yang bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan keahliannya.

Untuk mengembangkan kemampuan masing-masing anak tunadaksa adalah tugas guru pendidikan luar biasa, khususnya yang mengambil bidang kajian mayor pendidikan untuk anak tunadaksa. Seseorang yang memiliki tanggung jawab profesional dituntut untuk tampil secara profesional pula. Jenis kemampuan yang seyogyanya dikuasai guru pendidikan luar biasa, meliputi :
1.         Kemampuan mengelola kegiatan belajar mengajar.
2.         Kemampuan melaksanakan bimbingan belajar
3.         Kemampuan menjadi penghubung antara sekolah dan masyarakat
4.         Kemampuan mengelola administrasi kelas.
Dengan demikian peran guru kelas atau guru mata pelajaran dapat membantu program layanan bimbingan yang dipadukandengan kegiatan-kegiatan pendidikan dan/atau pengajaran yang dilaksanakannya.

2.6    Teknik Layanan Pada Bimbingan Anak Tunadaksa
Dilihat dari sumber inisiatif dalam memberikan layanan, maka teknik bimbingan dapat dibedakan menjadi:
· Teknik direktif, yaitu layanan bimbingan inisiatif terbesarnya berpusat pada pihak pembimbing/konselor.
·      Teknik non direktor, yaitu layanan bimbingan yang inisiatif terbesarnya berpusat pada pihak siswa.
·      Teknik elektik yaitu layanan bimbingan yang memadukan antara teknik direktif dan non direktif.







Minggu, 07 Desember 2014

Program Perencanaan Pengajaran Bagi Anak Tunadaksa

A. Deskripsi Program Perencanaan Pengajaran Bagi Anak Tunadaksa
Perencanaan pengajaran atau desain instruksional merupakan sebuah rancangan atau persiapan yang dibuat oleh pengajar tentang pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Perencanaan pengajaran dapat mencakup rencana untuk satu semester atau satu catur wulan, dan dapat pula mencakup perencanaan yang lebih sempit, misalnya untuk beberapa pertemuan.
Perencanaan pengajaran mempunyai 4 komponen utama, yaitu: tujuan, materi, metode atau strategi, serta penilaian. Setiap komponen dapat dikembangkan menjadi subkomponen. Misalnya, komponen tujuan dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, komponen materi dibagi menjadi pokok-pokok materi dan sumber serta alat bantu pengajaran.
Perencanaan pengajaran untuk satu atau beberapa pertemuan secara populer disebut sebagai satuan pelajaran (di tingkat sekolah) atau satuan acara perkuliahan (di tingkat perguruan tinggi). Format perencanaan pengajaran minimal harus mengandung komponen-komponen esensial seperti : tujuan, materi, metode atau strategi dan penilaian.
Dalam penyusunan program perlu disesuaikan antara kemampuan dan kebutuhan anak, dengan kurikulum yang digunakan. Kemampuan yang dimiliki anak saat ini diperoleh dari hasil asesmen. Mengingat bahwa kemampuan anak sangan bervariasi, maka bagi anak yang kemampuannya hampir sama dapat menggunakan program klasikal. Namun anak yang kemampuan tidak sama perlu penyusunan program secara individual.

B. Penyusunan Program Pendidikan Individual
            Rencana pendidikan individual (RPI) adalah rencana atau program yang disusun untuk individu siswa luar biasa dalam hal ini adalah anak tunadaksa. Rencana ini dapat merupakan rencana jangka panjang, dapat pula merupakan rencana jangka pendek. Cakupan rencana pendidikan individual tidak hanya mencakup kurikulum bagi siswa tetapi juga penempatan, lembaga-lembaga yang terkait dalam pendidikan siswa tersebut, serta berbagai aspek lainnya.
        Proses pengembangan rencana pendidikan individual (RPI) dimulai dengan pembentukan komite penyususn RPI, kemudian pertemuan anggota-anggota komite, diikuti dengan identifikasi kekuatan dan kelemahan siswa sebagai dasar untuk meyusun kurikulum bagi siswa tersebut. Langkah berikutnya adalah penyusunan kurikulumnya, yang kemudian diikuti oleh keputusan penempatan, apakah siswa tersebut akan ditempatkan di sekolah biasa, sekolah khusus atau di lembaga lain. Pengembangan rencana pendidikan individual mempersyaratkan berbagai kegiatan sebagai berikut :
1.      Mendeskripsikan secara rinci kemampuan siswa saat ini dalam berbagai bidang
2.      Menetapkan tujuan tahunan dan tujuan khusus khusus yang akan dicapai siswa
3.      Menentukan cara untuk mengukur kemajuan yang dibuat siswa, termasuk di dalamnya mengembangkan alat untuk pengukuran tersebut
4.      Menentukan ranah kurikulum yang akan menjadi tekanan, kemudian mengidentifikasi lingkungan lingkungan yang terkait dengan ranah kurikulum tersebut.
5.     Menetapkan strategi untuk mengajarkan keterampilan sesuai dengan ranah kurikulum yang dijadikan tekanan. Hal ini diawali dengan melakukan analisis tugas, yaitu menganalisis sebuah tugas yang kompleks menjadi langkah-langkah kecil yang sederhana yang mudah diikuti oleh siswa. Analisis tugas dapat dilakukan dengan cara mengobservasi siswa ketika melakukan tugas tersebut dan mencatat langkah-langkah yang dilakukan secara cermat. Secara acuan, sebuah program pengajaran individual antara lain mengandung komponen : identitas siswa, tingkat kemampuan saat ini, tujuan jangka  panjang, tujuan jangka pendek, ranah kurikulum yang menjadi tekanan, strategi pembelajarannya, serta alat untuk mengukur kemajuan yang dibuat.

C. Evaluasi dalam Mengatasi Masalah yang Timbul
           Lingkungan belajar anak tunadaksa terdiri dari lingkungan fisik dan psikis atau sosial. Lingkungan fisik berupa gedung, ruang kelas, dan perabot atau benda-benda di sekitarnya. Apabila ada tangga hendaknya yang landai agar mudah dilalui oleh kursi roda, di pinggir tembok perlu diberi pegangan tangan berupa batang yang memanjang sepanjang tangga (handprails). Permukaan lantai jangan berrelief, keras dan jangan berlubang. Lorong/gang hendaknya yang lebar minimal 125 cm agar anak dapat berputar secara leluasa. Lebar pintu hendaknya 85 cm minimal, ambang pintu hendaknya rata.
          Ruangan kelas hendaknya cukup lapang agar anak dapat bergerak leluasa, kamar kecil hendaknya dekat dengan kelas agar anak mudah menjangkaunya. Kamar mandi dibuat luas agar roda bisa leluasa. Dipasang handel di temboknya untuk pegangan anak, wc nya duduk agar mudah digunakan tidak usak jongkok. Sedangkan lingkungan psikis dan sosial berupa suasana kelas yang aman, tenang dan menyenangkan anak. Pergaulan dengan sesama teman, dengan guru dan yang lainya penuh keterbukaan, ramah dan akrab.

Setelah dilakukan asesmen maka kita akan dapat mengetahui segala informasi dari anak tunadaksa baik fisik maupun mental, baik kemampuan maupun ketidakmampuan anak, keluarga dan lingkungannya.
Munawir Yusuf (dalam JRR No. 5 Th. 2 April-Juni 1993) menggabarkan program penempatan pendidikan anak luar biasa pada umumnya, dan anak tunadaksa pada khususnya ke dalam beberapa kemungkinan, yang kesemuanya sangat tergantung pada kemampuan dan ketidakmampuan anak dan lingkungannya, yaitu anak dapat ditempatkan :
1.      Di kelas biasa
2.      Di kelas biasa dengan tambahan bimbingan khusus oleh guru kelas
3.      Di kelas biasa sebagian hari dan sebagian hari
4.      Di kelas khusus sebagian hari dan kela regular untuk sebagian hari yang lain
5.      Di kelas khusu sepanjang hari
6.      Memperoleh pelayanan pendidikan  di tempat tinggal anak sepanjang waktu.

Untuk mempermudah anak tunadaksa dalam proses belajarnya maka dibutuhkan alat alat bantu. Dimana alat-alat bantu yang sering digunakan oleh anak tunadaksa meliputi : kursi roda, wolker, splint, brace, prothese kaki atau tangan, alat tulis modivikasi dan alat makan modivikasi.
1.        Kursi Roda (Wheel chair)
Kursi roda hendaknya digunakan pada anak tunadaksa yang betul-betul lemah otot-otot kaki dan perut yang tidak ada kemungkinan lagi untuk dilatih berdiri dan berjalan. Seandainya masih ada kemungkinan untuk dilatih sebaiknya penggunaan kursi roda hanya bersifat sementara untuk mencegah kemalasan dan usahakan semaksimal mungkin agar dapat berdiri dan berjalan untuk lepas dari kursi roda. Tujuan pemakaian kursi roda adalah untuk:
a. Membantu mobilisasi
b. Membantu melaksanakan kegiatan sehari-hari
c. Memperlancar komunikasi

2.   Kruk
     Sebagian besar anak tunadaksa yang menggunakan dobel brace pada kakinya, membutuhkan kruk untuk ambulasi dan membantu dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Kruk digunakan dengan tujuan sesuai dengan kelainannya, contohnya:
a. Untuk penderita poliomyelitis, bertujuan sebagai penahan dan penguat seluruh badan serta membantu berjalan.
b. Untuk yang patah tulang, bertujuan sebagai penopang kaki atau tulang yang patah agar tidak ditapakkan.
c. Untuk yang amputasi, bertujuan sebagai alat sementara sebelum menggunakan protese untuk alat berjalan dan membantu kegiatan hidup sehari-hari.

Dalam melatih berjalan dengan kruk sebaiknya pelatih tidak berada di depan, karena akan menghalangi jalannya pasien. Pada waktu berjalan dengan kruk posisi pasen harus tetap tegak, kepala lurus dan punggung tidak boleh bongkok.

3. Splint
Splint atau spalk adalah alat untuk meletakkan anggota tubuh dalam posisi yang benar atau menjaga jangan sampai anggota tubuh yang sakit terjadi salah bentuk. Pemakaian splint sebaiknya dilakukan dalam 24 jam terus menerus, atau disesuaikan dengan kondisi pasien. Tujuan menggunakan splint adalah untuk: mencegah salah bentuk, membantu menahan dan menguatkan kaki untuk berjalan, mencegah kontraktur, mengoreksi pada posisi anggota tubuh yang benar/normal.

4. Wolker
Alat bantu untuk latihan berjalan, bentuknya ada yang lingkaran, dan ada yang segi empat, ada yang dipasang roda dan ada yang tidak.

5. Brace
Alat yang dipakai anak untuk penopang kaki terbuat dari aluminium dan dihubungkan dengan sepatu untuk berjalan. Ada yang sepanjang kaki (long leg brace), dan ada yang hanya sebatas lutut (Short leg brace).

6. Prothese kaki atau tangan
Alat palsu yang berbentuk kaki atau tangan, gunanya untuk mengganti fungsi kaki atau tangan yang hilang.

7. Alat-alat tulis modifikasi
Alat-alat tulis yang pegangannya diperbesar (dibungkus dengan karet atau sapu tangan) agar mudah dipegang oleh anak Cerebral Palsy.
Head pointer adalah alat menulis yang dipakai di kepala, jadi menulisnya dengan gerakan kepala. Diperuntukkan bagi anak yang tidak punya tangan.

8. Alat-alat makan dan minum modifikasi
Sendok modifikasi, pegangan sendoknya diperbesar atau dibungkus dengan karet/sapu tangan agar mudah dipegang. Piring modivikasi, pinggirannya dipasang pembatas agar nasi tidak berceceran keluar pada saat disendok. Cangkir modifikasi, lubang cangkirnya dibuat lebih besar agar mudah dipegang.




DAFTAR PUSTAKA
1.        Assjari, Musjafak. 1995. Orthopedagogik Anak Tunadaksa. Jakarta : Depdikbud
2.        Hand_Out_Pend_Tunadaksa.pdf-Adobe Reader