Sabtu, 06 Desember 2014

Akselerasi Pembelajaran Kreativitas dan Sikap Kreatif


Pengertian Kreativitas dan Sikap Kreatif
            Dengan model Three Rings dari Renzulli menyatakan bahwa keberbakatan merupakan hasil perpaduan dari kemampuan di atas rata-rata, krativitas dan komitmen pada tugas. Pengertian kemampuan (ability) dalam model Three Rings dari Renzulli adalah kecerdasan yang biasa diukur dengan tes-tes intelegensi. Bagaimana kaitan antara kreativitas dan intelegensi? Menurut berbagai penelitian para ahli, hubungan antara kreativitas dan integensi hanya sampai tingkat tertentu. Dia atas IQ sekitar 120 kreativitas dan intelegesi tampaknya menempuh jalur yang berbedasehingga dapat disimpulkan bahwa sampai tingkat tertentu, intelegensi merupakan prasyarat bagi kreativitas, tetapi setelah itu akan mencapai keunggulan dalam cara yang berbeda.
Bila dilihat yang mengukur intelegensi, yang diukur paling utana adalah kemempuan berpikir konvergen, mencari satu jawaban yang paling tepat. Sementara itu, tes yang mengukur kreativitas, terutama yang mengukur kemampuan divergen, yaitu sebanyak-banyaknya alternatif jawaban yang bisa diberikan oleh seseorang. Menurut Benbow dan Lubinski (1996), tes-tes intelegansi mengukur kekuatan otak untuk belajar. Dengan demikian, tes IQ mengidentifikasi calon-calon profesor di bidang ilmiah, filsafat,  matematika, sejarah, seni, atau kesusastraan. Kreativitas merupakan indikasi ke arah penemuan baru dan inovasi.

Definisi kreatif menurut para ahli.
Menurut Imam Musbikin (2006:6) adalah kemampuan memulai ide, melihat hubungan yang baru, atau tak diduga sebelumnya, kemampuan memformulasikan konsep yang tak sekedar menghafal, menciptakan jawaban baru untuk soal-soal yang ada, dan mendapatkan pertanyaan baru yang perlu dijawab. Sedangkan menurut (Munandar, 2004:25) sumber pada intinya merupakan kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.
Freedam (1982) mengemukakan kreativitas sebagai kemampuan untuk memahami dunia, menginterprestasi pengalaman dan memecahkan masalah dengan cara yang baru dan asli. Sedangkan Woolfook (1984) memberikan batasan bahwa kreativitas adalah kemampuan individu untuk menghasilkan sesuatu (hasil) yang baru atau asli atau pemecahan suatu masalah. Guilford (1976) mengemukakan kreatifitas adalah cara-cara berpikir yang divergen, berpikir yang produktif, berdaya cipta berpikir heuristik dan berpikir lateral.

Kesimpulan :
Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru dan asli, yang sebelumnya belum dikenal ataupun memecahkan masalah baru yang dihadapi. Apakah hasil kreativitas itu menunjukkan hal yang baru? Beberapa ahli berpendapat bahwa kreativitas itu tidak harus seluruhnya baru, tetapi dapat pula sebagai gabungan yang sudah ada dipadukan sesuatu yang baru.
Definisi sikap kreatif :
Menurut kamus besar indonesia, kreatif diartikan: "memiliki daya cipta atau memiliki kemampuan untuk menciptakan". Menurut munandar, utami (1999) kreatif adalah menemukan, menggabungkan, membangun, mengarang, mendesain, merancang, mengubah ataupun menambah.
Dalam perspektif islam, kreatif dapat diartikan sebagai kesadaran keimanan seseorang, untuk menggunakan keseluruhan daya dan kemampuan diri yang dimiliki sebagai wujud syukur akan nikmat Allah, guna menghasilkan sesuatu yang terbaik dan bermanfat bagi kehidupan sebagai wujud pengabdian yang tulus kehadirat Allah SWT.

            Sesuatu dapat disebut kreatif bila memenuhi beberapa produk kreatif, yaitu baru, berbeda dari yang telah ada dalam arti lebih baik, dan berguna bagi orang banyak. Sesuatu itu tidak selalu berupa benda tetapi dapat pula berupa sistem, prosedur , atau untuk melakukan sesuatu. Orang yang disebut memiliki pribadi kreatif memiliki dua kelompok ciri khusus, yaitu bakat kreatif dan sikap kreatif. Bakat kreatif yang menentukan mutu dari produk kreatif yang diciptakannya, adalah kepekaan terhadap masalah, kelancaran, dan keluwesan dalam berfikir, elaborasi dan orisinalitas. Semakin tinggi kepekaan terhadap masalah, semakin besar peluangnya untuk dapat menemukan cara dalam mengatasi masalah tersebut.
Kelancaran berfikir adalah kecepatan seseorang dalam menghasilkan banyak gagasan, sedangkan keluwesan berfikir adalah keanekaragaman gagasan. Bisa saja orang menghasilkan banyak gagasan, namun gagasannya kurang beragam. Elaborasi adalah kemampuan untuk menyempurnakan suatu gagasan dengan menambahkan detail-detail yang akan membuatnya semakin bermutu. Orisinalitas adalah keunikan dari gagasan, sesuatu yang tak terpikir oleh orang lain.
Bila bakat kratif menentukan mutu dari produk kreatif, sikap kreatif lebih menentukan apakah suatu produk kreatif akan muncul atau tidak. Sikap kreatif ini antara lain adalah rasa ingin tahu, kesediaan untuk bekerja keras dan dalam waktu yang panjang dan terbuka pada pengalaman baru dan luar biasa, bebas dalam ekspresi dan percaya diri, bebas dari penilaian dan kesediaan untuk mengambil risiko yang diperhitungkan.
Wallas mengajukan 4 tahapan dalam proses kreatif yaitu : persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verivikasi.
1.  Persiapan meliputi persiapan jangka panjang dan jangka pendek. Persiapan jangka panjang berlangsung sepanjang hidup seseorang, sejak masih kecil sampai ia menggunakannya. Yang berperan disini adalah segala informasi yang diperolehnya, baik di rumah maupun di sekolah. pendeknya, segala sesuatu yang dipelajari baik secara formal maupun informal. Persiapan jangka pendek adalah saat seseorang mempelajari masalah yang dihadapinya dari berbagai sudut.
2.   Bila persoalan sangat sulit bagi orang tersebut, akan muncul kelelahan dan untuk itu orang tersebut perlu menjauh, meninggalkan pesoalannya untuk sementara. Beristirahat dan menyegarkan diri. Tahap ini disebut tahap inkubasi. Pada saat ini alam bawah sadar mengembil alih kerja alam sadar. Jadi walaupun orang tersebut kelihatannyatidak memikirkan persoalan tadi, bawah sadar tetap mengolahnya. Ada berbagai cara orang untuk melalui masa inkubasi ini. ada dengan cara tidur, jalan-jalan, atau mengerjakan pekerjaan yang lain.
3.    Pada saat berinkubasi inilah biasanya gagasan cemerlang muncul. Ini adalah tahap iluminasi. Dahulu orang meganggap iluminasi sebagai sesuatu yang misterius yang tak dapat dijelaskan, tetapi Wallas menjelasknnya dengan cara yang ilmiah dan dapat dipahami. Iluminasi terjadi hubungan karena terjadi dua hal yang berbeda dalam gudang ingatan seseorang, yang sebelumnya belum berkaitan. Misalnya, air yang tumpah saat Archimedes masuk ke bak pemandian dan cara menghitung volume mahkota sang raja. Banyak orang mencapai tahap iluminasi, tetapi jarang yang melanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu tahap verifikasi. Penemuan tadi diuji kembali untuk membuktikan kebenarannya.
Kreatifitas dan Siswa Berbakat
Apakah semua siswa berbakat itu kreatif? Tentunya hal ini bergantung pada konsep keberbakatan yang dianut. Ada yang menentukan keberbakatan hanya dengan tingkat kecerdasan yang tinggi. Padahal kaitan kecerdasan dan kreatif hanya sampai tingkat tertentu saja. dalam hal ini bisa ditemui anak berbakat yang tidak terlalu kreatif.
Ada pula yang menganut konsep bahwa anak berbakat adalah anak yang berprestasi tinggi di sekolah. dalam hal ini bila yang menentukan prestasi di sekolah bukanlah kemampuan berpikir dan kreativitas, melainkan kepatuhan dan kemampuan mengingat seperti pada banyak sekolah, anak berbakat bisa saja tidak memiliki kecerdasan dan kreativitas di atas rata-rata cukup komitmen terhadap tugas yang tinggi. Namun bila menganut konsep Renzulli, setiap anak berbakat adalah kreatif.
Bagaimana hubungan antara kreativitas dan prestasi belajar? Apakah siswa siswa kreatif juga mampu mencapai prestasi belajar yang tinggi? Berbagai temuan dari para ahli penelitian di dalam dan di luar negeri membuktikan bahwa siswa-siswi dengan kreativitas yang tinggi mampu menguasai pelajaran sama baiknya dengan yang dikuasai dengan IQ yang tinggi (Getzels & Jakson, 1958; Torrance, 1960; Utami Munandar, 1977). Namun guru-guru cenderung lebih menyukai siswa dengan IQ tinggi daripada mereka yang CQ nya tinggi. Siswa kreatif bila mencapai prestasi yang baik sering dianggap overachiever.
Banyak manusia unggul yang mendapat penilaian negatif dari lingkungannya. Termasuk dari para pengajar, seperti Einstein  dan Thomas Alva Edison yang dianggap lemah di sekolah, Louisa May Alcott yang oleh editornya dianggap karyanya tidak mampu tulisan yang populer, Bethoven yang oleh guru musiknyadianggap tidak akan mampu bernyanyi dan tidak punya suara, dan sebagainya.
Sejumlah penelitian lain menemukan hasil yang berbeda (Hawadi, 1989, Salim 1991), yaitu kreativitas tidak berhubungan dengan prestasi belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Torrance yang mengatakan bahwa dalam sekolah-sekolah parokial dan sekolah-sekolah yang menekankan pada kebijakan tradisional yang ketat dalam pendidikannya, kreativitas tidak berkaitan dengan prestasi belajar. Hal ini disebabkan prestasi belajar diukur berdasarkan penilaian yang sering kali kaku, menekankan pada kepatuhan dan tidak membuka peluang bagi keluwesan berpikir.
Siswa-siswa kreatif sering dianggap tidak serius  dan tidak belajar, padahal mereka sama banyak belajarnya dengan siswa-siswa lain, tetapi cara mereka belajar seperti bermain. Siswa berbakat menyukai belajar mandiridan menemukan jawaban untuk menemukan pertayaan yang muncul dalam dirinya. Guru sangat membantu bila mengajar dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada anak daripada langsung memberikan informasi.
Webb mengingatkan karena siswa-siswa berbakat sangat intens dan kadang berlebihan, dan kerena kreatif mengandung makna nonkonformistis serta minatnya seringkali berbeda dari teman-teman sebayanya, mereka sering mengalami hambatan, tetapi sering juga muncul gagasan-gagasan yang bisa berbahaya. Untuk itu keberanian dan kepedulian pada hal-hal diluar dirinya perlu mendampingi kreativitasnya.
Pada dasarnya, kreatifitas merupakan suatu kualitas yang diperlukan untuk menghasilkan gagasan orosinal dalam bidang apa saja. Keberanian adalah kualitas pikiran untuk menghadapi hambatan dan bahaya dengan tenang dan teguh. Sementara itu, kepedulian adalah kualitas pikiran untuk berbelas asih, peduli atau berminat pada orang atau hal-hal lain diluar dirinya. Ketiga hal ini dapat dan harus ditumbuhkan pada manusia. Terlebih siswa berbakat.
Cukup banyak orang kreatif yang tidak memiliki keberanian. Keberanian merupakan bagian dari sikap kreatif yang menentukan munculnya produk kreatif. Kurangnya keberanian ini sering disebabkan mereka sangat peduli dan ingin berlaku adil kepada semua pihak karena mereka cukup cerdas untuk melihat implikasi dari sebuah masalah, dan mereka ingin mempertimbangkan semua hal. Hal ini sesuai dengan kata-kata bijak, He who can see all sides of an issue is unable to act. Akibatnya mereka malah tidak berani bertindak sama sekali.
Banyak yang dapat dilakukan dilingkungan, terutama keluarga dan sekolah untuk mengembangkan kreativitas siswa, khususnya siswa berbakat agar kreativitas dapat membawa keberbakatannya untuk berfungsi optimal sehingga dapat menciptakan berbagai terobosan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.
Pertama-tama perku disadari beberapa hal yang dapat menjadi penghambat kreativitas. Amabile (dalam Munandar, 1999) menyebutkan ada empat hal yang mematikan kreativitas yaitu evaluasi, hadiah, persaingan (kompetensi), dan lingkungan yang membetasi.
Untuk merangsang krativitas tentunya dihindari hambatan hambatan tersebut. Oleh karena itu, orang tua guru, dan orang dewasa lainnya perlu sangat berhati-hati dengan faktor penghambat tadi. Tunda pemberian evaluasi pada anak. Biarkan anak merasa bebas dalam beraktivitas. Jangan membuat nak berkonsentrasi pada evaluasi dan kehilangan konsentrasi dan gairahnya pada aktivitas kreatif. Hadiah memang menyenangkan, etapidapat menghilangkan motivasi intrinsik. Oleh karena itu perlu sangat hati-hati dalam pemberian hadiah. Jangan sampai arti dari hadiah ditekankan secara berlebihan sehingga mengalahkan arti keasyikan berkreasi. Persaingan kompetisi juga bisa menurunkan kreativitas, terutama kompetisi itu mengandung penilaian dan hadiah. Inilah yang mendasari beberapa sekolah menghindari mencantumkan rangking di rapor. Pemaksaan dan lingkunga yang membatasi jga mematikan kreativitas. Oleh karena itu, terlalu banyak kegiatan terstruktur dan kurangnya pilihan pada siswa akan berakibat buruk pada kreativitas. Agaknya inilah yang menyebabkan seorang tokoh pendidikan, Conny Semiawwan, mengatakan, “Makin lama sekolah makin rendah kreativitas”.
Beberapa hal yang dilakukan oleh sekolah untuk mengembangkan kreativitas siswa adalah sebagai berikut :
*   Sehubungan dengan konsep Pygmalion Effect yaitu tanpa disadari seseorang berperilaku sebagaimana ia percaya orang lain mengharapkannya berperilaku. Bila guru menunjukkan bahwa ia yakin dan ingin siswanya kreatif, siswa akan betul-betul kreatif. Artinya guru harus optimis.
*    Penekanan pada konformitas dan penyeragaman akan menghambat potensi kreatif seseorang. Oleh karena itu penakanna yang berlebihan pada konformitas dan tradisi bisa mematikan kreativitas. Bukankah kreativitas menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dari yang telah ada?
*   Kebosanan sangat menurunkan motivasi siswa. Oleh karena itu kegiatan-kegiatan perlu selalu diupayakan agar menantang dan menarik, serta disajikan dalam berbagai macam kegiatan yang dapat mewakili kebutuhan dari berbagai gaya belajar.
*     Agar kreativitas dapat tumbuh dan berguna bagi banyak orang, perlu pula diperhatikan pada pengembangan keberanian dan kepedulian. Keberanian dapat ditumbuhkan dengan cara membantu siswa untuk menghadapi, mengambil pelajaran, dan mengatasi kegagalannya. Kegagalan hendaknya dipandang sebagai kesalahan dalam strategi ataupun usaha yang kurang, bukan karena kemampuan yang kurang. Yang penting guru perlu menunjukkan toleransinya pada kegagalan. Setiap orang boleh saja melakukan kesalahan, asalkan ia bisa belajar dari kesalahannya dan kesalahan itu membuatnya makin bijak
Kepedulian dimulai dengan mengenal, sesuai dengan pepatah “tak kenal maka tak sayang”. Kadang siswa-siswi berbakat terlampau asyik dengan dunianya sendiri. Oleh karena itu, mereka perlu diajak untukmegalihkan perhatiannya pada hal-hal diluar dunianya. Mengambangkan kemampuan empati pada siswa bisa dengan melihat berbagai hal dari “kacamata” orang lain. Selain itu, bisa juga dengan menugaskan proyek-proyek kecil untuk membantu orang, semacam karya bakti. Selain itu, bisa menikmati perasaan telah berhasil membantu orang lain, dengan demikian menjadi orang yang berguna.

            Kebutuhan akan krativitas dibutuhkan dalam semua aspek kehidupan manusia. Terutama dalam masa pembangunan dan era globalisasi ini. Oleh karena itu pengembangan potensi kreatif yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang, perlu dimulai sejak usia dini.
Inilah suatu tantangan bagi pendidikan di Indonesia untuk dapat memandu dan memupuk bakat, minat, dan kemampuan setiap peserta didik, sehingga dapat mewujudkan dirinya dan memberi sumbangan yang bermakna bagi pengembangan masyarakat dan negara.



DAFTAR PUSTAKA
1.        Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : Rineka Cipta
2.        Sarwono, Sarlito Wirawan.2004. Alselerasi. Jakarta : PT Grasindo Anggota Ikapi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar