A. Deskripsi Program
Perencanaan Pengajaran Bagi Anak Tunadaksa
Perencanaan pengajaran atau desain instruksional merupakan sebuah
rancangan atau persiapan yang dibuat oleh pengajar tentang pembelajaran yang
menjadi tanggung jawabnya. Perencanaan pengajaran dapat mencakup rencana untuk
satu semester atau satu catur wulan, dan dapat pula mencakup perencanaan yang
lebih sempit, misalnya untuk beberapa pertemuan.
Perencanaan pengajaran mempunyai 4 komponen utama, yaitu: tujuan,
materi, metode atau strategi, serta penilaian. Setiap komponen dapat
dikembangkan menjadi subkomponen. Misalnya, komponen tujuan dibagi menjadi
tujuan umum dan tujuan khusus, komponen materi dibagi menjadi pokok-pokok
materi dan sumber serta alat bantu pengajaran.
Perencanaan pengajaran untuk satu atau beberapa pertemuan secara
populer disebut sebagai satuan pelajaran (di tingkat sekolah) atau satuan acara
perkuliahan (di tingkat perguruan tinggi). Format perencanaan pengajaran
minimal harus mengandung komponen-komponen esensial seperti : tujuan, materi,
metode atau strategi dan penilaian.
Dalam penyusunan program perlu disesuaikan antara kemampuan dan
kebutuhan anak, dengan kurikulum yang digunakan. Kemampuan yang dimiliki anak
saat ini diperoleh dari hasil asesmen. Mengingat bahwa kemampuan anak sangan
bervariasi, maka bagi anak yang kemampuannya hampir sama dapat menggunakan
program klasikal. Namun anak yang kemampuan tidak sama perlu penyusunan program
secara individual.
B. Penyusunan Program
Pendidikan Individual
Rencana pendidikan individual (RPI)
adalah rencana atau program yang disusun untuk individu siswa luar biasa dalam
hal ini adalah anak tunadaksa. Rencana ini dapat merupakan rencana jangka
panjang, dapat pula merupakan rencana jangka pendek. Cakupan rencana pendidikan
individual tidak hanya mencakup kurikulum bagi siswa tetapi juga penempatan,
lembaga-lembaga yang terkait dalam pendidikan siswa tersebut, serta berbagai
aspek lainnya.
Proses pengembangan rencana
pendidikan individual (RPI) dimulai dengan pembentukan komite penyususn RPI,
kemudian pertemuan anggota-anggota komite, diikuti dengan identifikasi kekuatan
dan kelemahan siswa sebagai dasar untuk meyusun kurikulum bagi siswa tersebut.
Langkah berikutnya adalah penyusunan kurikulumnya, yang kemudian diikuti oleh
keputusan penempatan, apakah siswa tersebut akan ditempatkan di sekolah biasa,
sekolah khusus atau di lembaga lain. Pengembangan rencana pendidikan individual
mempersyaratkan berbagai kegiatan sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan
secara rinci kemampuan siswa saat ini dalam berbagai bidang
2. Menetapkan
tujuan tahunan dan tujuan khusus khusus yang akan dicapai siswa
3. Menentukan
cara untuk mengukur kemajuan yang dibuat siswa, termasuk di dalamnya
mengembangkan alat untuk pengukuran tersebut
4. Menentukan
ranah kurikulum yang akan menjadi tekanan, kemudian mengidentifikasi lingkungan
lingkungan yang terkait dengan ranah kurikulum tersebut.
5. Menetapkan
strategi untuk mengajarkan keterampilan sesuai dengan ranah kurikulum yang
dijadikan tekanan. Hal ini diawali dengan melakukan analisis tugas, yaitu
menganalisis sebuah tugas yang kompleks menjadi langkah-langkah kecil yang
sederhana yang mudah diikuti oleh siswa. Analisis tugas dapat dilakukan dengan
cara mengobservasi siswa ketika melakukan tugas tersebut dan mencatat
langkah-langkah yang dilakukan secara cermat. Secara acuan, sebuah
program pengajaran individual antara lain mengandung komponen : identitas
siswa, tingkat kemampuan saat ini, tujuan jangka panjang, tujuan jangka pendek, ranah
kurikulum yang menjadi tekanan, strategi pembelajarannya, serta alat untuk
mengukur kemajuan yang dibuat.
C. Evaluasi dalam Mengatasi Masalah yang Timbul
Lingkungan belajar anak tunadaksa terdiri dari lingkungan
fisik dan psikis atau sosial. Lingkungan fisik berupa gedung, ruang kelas, dan
perabot atau benda-benda di sekitarnya. Apabila ada tangga hendaknya yang
landai agar mudah dilalui oleh kursi roda, di pinggir tembok perlu diberi
pegangan tangan berupa batang yang memanjang sepanjang tangga (handprails).
Permukaan lantai jangan berrelief, keras dan jangan berlubang. Lorong/gang
hendaknya yang lebar minimal 125 cm agar anak dapat berputar secara leluasa.
Lebar pintu hendaknya 85 cm minimal, ambang pintu hendaknya rata.
Ruangan kelas hendaknya cukup lapang agar anak dapat
bergerak leluasa, kamar kecil hendaknya dekat dengan kelas agar anak mudah
menjangkaunya. Kamar mandi dibuat luas agar roda bisa leluasa. Dipasang handel
di temboknya untuk pegangan anak, wc nya duduk agar mudah digunakan tidak usak
jongkok. Sedangkan lingkungan psikis dan sosial berupa suasana
kelas yang aman, tenang dan menyenangkan anak. Pergaulan dengan sesama teman,
dengan guru dan yang lainya penuh keterbukaan, ramah dan akrab.
Setelah dilakukan
asesmen maka kita akan dapat mengetahui segala informasi dari anak tunadaksa
baik fisik maupun mental, baik kemampuan maupun ketidakmampuan anak, keluarga
dan lingkungannya.
Munawir Yusuf (dalam
JRR No. 5 Th. 2 April-Juni 1993) menggabarkan program penempatan pendidikan
anak luar biasa pada umumnya, dan anak tunadaksa pada khususnya ke dalam
beberapa kemungkinan, yang kesemuanya sangat tergantung pada kemampuan dan
ketidakmampuan anak dan lingkungannya, yaitu anak dapat ditempatkan :
1. Di
kelas biasa
2. Di
kelas biasa dengan tambahan bimbingan khusus oleh guru kelas
3. Di
kelas biasa sebagian hari dan sebagian hari
4. Di
kelas khusus sebagian hari dan kela regular untuk sebagian hari yang lain
5. Di
kelas khusu sepanjang hari
6. Memperoleh
pelayanan pendidikan di tempat tinggal
anak sepanjang waktu.
Untuk
mempermudah anak tunadaksa dalam proses belajarnya maka dibutuhkan alat alat
bantu. Dimana alat-alat bantu yang sering digunakan oleh anak tunadaksa
meliputi : kursi roda, wolker, splint, brace, prothese kaki atau tangan, alat
tulis modivikasi dan alat makan modivikasi.
1. Kursi Roda (Wheel
chair)
Kursi roda hendaknya
digunakan pada anak tunadaksa yang betul-betul lemah otot-otot kaki dan perut
yang tidak ada kemungkinan lagi untuk dilatih berdiri dan berjalan. Seandainya
masih ada kemungkinan untuk dilatih sebaiknya penggunaan kursi roda hanya
bersifat sementara untuk mencegah kemalasan dan usahakan semaksimal mungkin
agar dapat berdiri dan berjalan untuk lepas dari kursi roda. Tujuan pemakaian
kursi roda adalah untuk:
a. Membantu mobilisasi
b. Membantu
melaksanakan kegiatan sehari-hari
c. Memperlancar
komunikasi
2. Kruk
Sebagian besar anak tunadaksa yang
menggunakan dobel brace pada kakinya, membutuhkan kruk untuk ambulasi dan
membantu dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Kruk digunakan dengan tujuan
sesuai dengan kelainannya, contohnya:
a.
Untuk penderita poliomyelitis, bertujuan sebagai penahan dan penguat seluruh
badan serta membantu berjalan.
b. Untuk yang patah tulang, bertujuan sebagai penopang kaki atau tulang yang patah
agar tidak ditapakkan.
c.
Untuk yang amputasi, bertujuan sebagai alat sementara sebelum menggunakan
protese untuk alat berjalan dan membantu kegiatan hidup sehari-hari.
Dalam melatih berjalan
dengan kruk sebaiknya pelatih tidak berada di depan, karena akan menghalangi
jalannya pasien. Pada waktu berjalan dengan kruk posisi pasen harus tetap
tegak, kepala lurus dan punggung tidak boleh bongkok.
3. Splint
Splint atau spalk
adalah alat untuk meletakkan anggota tubuh dalam posisi yang benar atau menjaga
jangan sampai anggota tubuh yang sakit terjadi salah bentuk. Pemakaian splint
sebaiknya dilakukan dalam 24 jam terus menerus, atau disesuaikan dengan kondisi
pasien. Tujuan menggunakan splint adalah untuk: mencegah salah bentuk, membantu
menahan dan menguatkan kaki untuk berjalan, mencegah kontraktur, mengoreksi
pada posisi anggota tubuh yang benar/normal.
4.
Wolker
Alat bantu untuk
latihan berjalan, bentuknya ada yang lingkaran, dan ada yang segi empat, ada
yang dipasang roda dan ada yang tidak.
5.
Brace
Alat yang dipakai anak
untuk penopang kaki terbuat dari aluminium dan dihubungkan dengan sepatu untuk
berjalan. Ada yang sepanjang kaki (long leg brace), dan ada yang hanya sebatas
lutut (Short leg brace).
6.
Prothese kaki atau tangan
Alat palsu yang
berbentuk kaki atau tangan, gunanya untuk mengganti fungsi kaki atau tangan
yang hilang.
7.
Alat-alat tulis modifikasi
Alat-alat tulis yang
pegangannya diperbesar (dibungkus dengan karet atau sapu tangan) agar mudah
dipegang oleh anak Cerebral Palsy.
Head pointer adalah
alat menulis yang dipakai di kepala, jadi menulisnya dengan gerakan kepala.
Diperuntukkan bagi anak yang tidak punya tangan.
8.
Alat-alat makan dan minum modifikasi
Sendok modifikasi,
pegangan sendoknya diperbesar atau dibungkus dengan karet/sapu tangan agar
mudah dipegang. Piring modivikasi, pinggirannya dipasang pembatas agar nasi
tidak berceceran keluar pada saat disendok. Cangkir modifikasi, lubang
cangkirnya dibuat lebih besar agar mudah dipegang.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Assjari, Musjafak.
1995. Orthopedagogik Anak Tunadaksa.
Jakarta : Depdikbud
2.
Hand_Out_Pend_Tunadaksa.pdf-Adobe
Reader
udah ijin belum tuh mbak upload fotonya? heheehe
BalasHapus