Minggu, 07 Desember 2014

Program Perencanaan Pengajaran Bagi Anak Tunadaksa

A. Deskripsi Program Perencanaan Pengajaran Bagi Anak Tunadaksa
Perencanaan pengajaran atau desain instruksional merupakan sebuah rancangan atau persiapan yang dibuat oleh pengajar tentang pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Perencanaan pengajaran dapat mencakup rencana untuk satu semester atau satu catur wulan, dan dapat pula mencakup perencanaan yang lebih sempit, misalnya untuk beberapa pertemuan.
Perencanaan pengajaran mempunyai 4 komponen utama, yaitu: tujuan, materi, metode atau strategi, serta penilaian. Setiap komponen dapat dikembangkan menjadi subkomponen. Misalnya, komponen tujuan dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, komponen materi dibagi menjadi pokok-pokok materi dan sumber serta alat bantu pengajaran.
Perencanaan pengajaran untuk satu atau beberapa pertemuan secara populer disebut sebagai satuan pelajaran (di tingkat sekolah) atau satuan acara perkuliahan (di tingkat perguruan tinggi). Format perencanaan pengajaran minimal harus mengandung komponen-komponen esensial seperti : tujuan, materi, metode atau strategi dan penilaian.
Dalam penyusunan program perlu disesuaikan antara kemampuan dan kebutuhan anak, dengan kurikulum yang digunakan. Kemampuan yang dimiliki anak saat ini diperoleh dari hasil asesmen. Mengingat bahwa kemampuan anak sangan bervariasi, maka bagi anak yang kemampuannya hampir sama dapat menggunakan program klasikal. Namun anak yang kemampuan tidak sama perlu penyusunan program secara individual.

B. Penyusunan Program Pendidikan Individual
            Rencana pendidikan individual (RPI) adalah rencana atau program yang disusun untuk individu siswa luar biasa dalam hal ini adalah anak tunadaksa. Rencana ini dapat merupakan rencana jangka panjang, dapat pula merupakan rencana jangka pendek. Cakupan rencana pendidikan individual tidak hanya mencakup kurikulum bagi siswa tetapi juga penempatan, lembaga-lembaga yang terkait dalam pendidikan siswa tersebut, serta berbagai aspek lainnya.
        Proses pengembangan rencana pendidikan individual (RPI) dimulai dengan pembentukan komite penyususn RPI, kemudian pertemuan anggota-anggota komite, diikuti dengan identifikasi kekuatan dan kelemahan siswa sebagai dasar untuk meyusun kurikulum bagi siswa tersebut. Langkah berikutnya adalah penyusunan kurikulumnya, yang kemudian diikuti oleh keputusan penempatan, apakah siswa tersebut akan ditempatkan di sekolah biasa, sekolah khusus atau di lembaga lain. Pengembangan rencana pendidikan individual mempersyaratkan berbagai kegiatan sebagai berikut :
1.      Mendeskripsikan secara rinci kemampuan siswa saat ini dalam berbagai bidang
2.      Menetapkan tujuan tahunan dan tujuan khusus khusus yang akan dicapai siswa
3.      Menentukan cara untuk mengukur kemajuan yang dibuat siswa, termasuk di dalamnya mengembangkan alat untuk pengukuran tersebut
4.      Menentukan ranah kurikulum yang akan menjadi tekanan, kemudian mengidentifikasi lingkungan lingkungan yang terkait dengan ranah kurikulum tersebut.
5.     Menetapkan strategi untuk mengajarkan keterampilan sesuai dengan ranah kurikulum yang dijadikan tekanan. Hal ini diawali dengan melakukan analisis tugas, yaitu menganalisis sebuah tugas yang kompleks menjadi langkah-langkah kecil yang sederhana yang mudah diikuti oleh siswa. Analisis tugas dapat dilakukan dengan cara mengobservasi siswa ketika melakukan tugas tersebut dan mencatat langkah-langkah yang dilakukan secara cermat. Secara acuan, sebuah program pengajaran individual antara lain mengandung komponen : identitas siswa, tingkat kemampuan saat ini, tujuan jangka  panjang, tujuan jangka pendek, ranah kurikulum yang menjadi tekanan, strategi pembelajarannya, serta alat untuk mengukur kemajuan yang dibuat.

C. Evaluasi dalam Mengatasi Masalah yang Timbul
           Lingkungan belajar anak tunadaksa terdiri dari lingkungan fisik dan psikis atau sosial. Lingkungan fisik berupa gedung, ruang kelas, dan perabot atau benda-benda di sekitarnya. Apabila ada tangga hendaknya yang landai agar mudah dilalui oleh kursi roda, di pinggir tembok perlu diberi pegangan tangan berupa batang yang memanjang sepanjang tangga (handprails). Permukaan lantai jangan berrelief, keras dan jangan berlubang. Lorong/gang hendaknya yang lebar minimal 125 cm agar anak dapat berputar secara leluasa. Lebar pintu hendaknya 85 cm minimal, ambang pintu hendaknya rata.
          Ruangan kelas hendaknya cukup lapang agar anak dapat bergerak leluasa, kamar kecil hendaknya dekat dengan kelas agar anak mudah menjangkaunya. Kamar mandi dibuat luas agar roda bisa leluasa. Dipasang handel di temboknya untuk pegangan anak, wc nya duduk agar mudah digunakan tidak usak jongkok. Sedangkan lingkungan psikis dan sosial berupa suasana kelas yang aman, tenang dan menyenangkan anak. Pergaulan dengan sesama teman, dengan guru dan yang lainya penuh keterbukaan, ramah dan akrab.

Setelah dilakukan asesmen maka kita akan dapat mengetahui segala informasi dari anak tunadaksa baik fisik maupun mental, baik kemampuan maupun ketidakmampuan anak, keluarga dan lingkungannya.
Munawir Yusuf (dalam JRR No. 5 Th. 2 April-Juni 1993) menggabarkan program penempatan pendidikan anak luar biasa pada umumnya, dan anak tunadaksa pada khususnya ke dalam beberapa kemungkinan, yang kesemuanya sangat tergantung pada kemampuan dan ketidakmampuan anak dan lingkungannya, yaitu anak dapat ditempatkan :
1.      Di kelas biasa
2.      Di kelas biasa dengan tambahan bimbingan khusus oleh guru kelas
3.      Di kelas biasa sebagian hari dan sebagian hari
4.      Di kelas khusus sebagian hari dan kela regular untuk sebagian hari yang lain
5.      Di kelas khusu sepanjang hari
6.      Memperoleh pelayanan pendidikan  di tempat tinggal anak sepanjang waktu.

Untuk mempermudah anak tunadaksa dalam proses belajarnya maka dibutuhkan alat alat bantu. Dimana alat-alat bantu yang sering digunakan oleh anak tunadaksa meliputi : kursi roda, wolker, splint, brace, prothese kaki atau tangan, alat tulis modivikasi dan alat makan modivikasi.
1.        Kursi Roda (Wheel chair)
Kursi roda hendaknya digunakan pada anak tunadaksa yang betul-betul lemah otot-otot kaki dan perut yang tidak ada kemungkinan lagi untuk dilatih berdiri dan berjalan. Seandainya masih ada kemungkinan untuk dilatih sebaiknya penggunaan kursi roda hanya bersifat sementara untuk mencegah kemalasan dan usahakan semaksimal mungkin agar dapat berdiri dan berjalan untuk lepas dari kursi roda. Tujuan pemakaian kursi roda adalah untuk:
a. Membantu mobilisasi
b. Membantu melaksanakan kegiatan sehari-hari
c. Memperlancar komunikasi

2.   Kruk
     Sebagian besar anak tunadaksa yang menggunakan dobel brace pada kakinya, membutuhkan kruk untuk ambulasi dan membantu dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Kruk digunakan dengan tujuan sesuai dengan kelainannya, contohnya:
a. Untuk penderita poliomyelitis, bertujuan sebagai penahan dan penguat seluruh badan serta membantu berjalan.
b. Untuk yang patah tulang, bertujuan sebagai penopang kaki atau tulang yang patah agar tidak ditapakkan.
c. Untuk yang amputasi, bertujuan sebagai alat sementara sebelum menggunakan protese untuk alat berjalan dan membantu kegiatan hidup sehari-hari.

Dalam melatih berjalan dengan kruk sebaiknya pelatih tidak berada di depan, karena akan menghalangi jalannya pasien. Pada waktu berjalan dengan kruk posisi pasen harus tetap tegak, kepala lurus dan punggung tidak boleh bongkok.

3. Splint
Splint atau spalk adalah alat untuk meletakkan anggota tubuh dalam posisi yang benar atau menjaga jangan sampai anggota tubuh yang sakit terjadi salah bentuk. Pemakaian splint sebaiknya dilakukan dalam 24 jam terus menerus, atau disesuaikan dengan kondisi pasien. Tujuan menggunakan splint adalah untuk: mencegah salah bentuk, membantu menahan dan menguatkan kaki untuk berjalan, mencegah kontraktur, mengoreksi pada posisi anggota tubuh yang benar/normal.

4. Wolker
Alat bantu untuk latihan berjalan, bentuknya ada yang lingkaran, dan ada yang segi empat, ada yang dipasang roda dan ada yang tidak.

5. Brace
Alat yang dipakai anak untuk penopang kaki terbuat dari aluminium dan dihubungkan dengan sepatu untuk berjalan. Ada yang sepanjang kaki (long leg brace), dan ada yang hanya sebatas lutut (Short leg brace).

6. Prothese kaki atau tangan
Alat palsu yang berbentuk kaki atau tangan, gunanya untuk mengganti fungsi kaki atau tangan yang hilang.

7. Alat-alat tulis modifikasi
Alat-alat tulis yang pegangannya diperbesar (dibungkus dengan karet atau sapu tangan) agar mudah dipegang oleh anak Cerebral Palsy.
Head pointer adalah alat menulis yang dipakai di kepala, jadi menulisnya dengan gerakan kepala. Diperuntukkan bagi anak yang tidak punya tangan.

8. Alat-alat makan dan minum modifikasi
Sendok modifikasi, pegangan sendoknya diperbesar atau dibungkus dengan karet/sapu tangan agar mudah dipegang. Piring modivikasi, pinggirannya dipasang pembatas agar nasi tidak berceceran keluar pada saat disendok. Cangkir modifikasi, lubang cangkirnya dibuat lebih besar agar mudah dipegang.




DAFTAR PUSTAKA
1.        Assjari, Musjafak. 1995. Orthopedagogik Anak Tunadaksa. Jakarta : Depdikbud
2.        Hand_Out_Pend_Tunadaksa.pdf-Adobe Reader

1 komentar: