Sabtu, 07 Maret 2015

Program Pembelajaran Individual (PPI) Anak Tunanetra


KELOMPOK I (TUNANETRA)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Tunanetra didefinisikan sebagai individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seper halnya orang awas. Hosni (1996) menyatakan tentang definisi ketunanetraan dilihat dari kacamata pendidikan bahwa, “siswa tunanetra itu adalah mereka yang penglihatannya terganggu sehingga menghalangi dirinya untuk berfungsi dalam pendidikan tanpa menggunakan alat khusus, material khusus, latihan khusus dan atau bantuan lain secara khusus”. Kehilangan penglihatan pada anak tunanetra mengakibatkan hambatan khusus dalam mengakses pendidikan.
Anak tunanetra mengalami hambatan atau gangguan dalam proses penglihatannya sehingga membutuhkan alat kompensasi berupa media pembelajaran dan penerapan berbagai metode dan teknik pengajaran yang lebih menarik dan variatif untuk memudahkan aktivitas belajarnya. Penggunaan metode dan teknik pengajaran dengan menggunakan objek secara langsung akan menambah daya abstraksi siswa. Agar daya abtraksi siswa dapat berkembang hendaknya dalam proses belajar mengajar menggunakan metode pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran.

1.2  Rumusan Masalah
1.   Apa pengertian Tunanetra?
2.   Apa saja unsur pelaksanaan PPI bagi anak Tunanetra?
3.   Apa saja komponen PPI bagi anak Tunanetra?
4.   Apa saja model layanan khusus bagi anak Tunanetra?

1.3  Tujuan
1.   Memahami pengetian Tunanetra
2.   Mengetahui unsur pelaksanaan PPI bagi anak Tunanetra
3.   Menyebutkan komponen PPI bagi anak Tunanetra
4.   Menyebutkan model layanan khusus bagi anak Tunanetra

 

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tunanetra
Organ mata dalam sistem pancaindera manusia merupakan salah satu dari indera yang sangat penting, sebab disamping menjalankan fungsi fisiologis dalam kehidupan  manusia,  mata  dapat  juga  memberikan keindahan  muka  yang  sangat  mengagumkan. Atas dasar  itulah  dalam  banyak  puisi  mata  sering diibaratkan  sebagai  “cermin  dari  jiwa” (M.  Efendi, 2006).
Dalam  bidang  pendidikan  luar  biasa,  anak dengan  gangguan  penglihatan  lebih  akrab  disebut anak tunanetra. Pengertian tunanetra tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat  tetapi  terbatas  sekali  dan  kurang  dapat dimanfaatkan  untuk  kepentingan  hidup  sehari-hari terutama dalam belajar. Jadi anak-anak dengan kondisi penglihatan yang termasuk “setengah melihat”,“low vision”, atau rabun adalah bagian dari kelompok anak tunanetra.
Uuraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian  tunanetra    adalah  individu  yang  indera penglihatannya  (kedua-duanya)  tidak  berfungsi sebagai  saluran penerima  informasi dalam  kegiatan sehari-hari  seperti  halnya  orang  awas. Anak-anak dengan gangguan penglihatan dapat diketahui dalam kondisi berikut ini:
1.      Ketajaman  penglihatannya  kurang  dari ketajaman yang dimiliki orang awas.
2.      Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu.
3.      Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak.
4.      Terjadi  kerusakan  susunan  syaraf  otak  yang berhubungan dengan  penglihatan.

Berdasarkan  acuan  tersebut,  anak  tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu ;
1.      Buta
Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu  menerima  rangsang  cahaya  dari  luar (visusnya= 0).
2.      Low Vision
Bila  anak  masih  mampu  menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajaman lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca headlinepada surat kabar.
Tunanetra  disebabkan  dari  banyak  faktor  (Somantri,  2006: 66)  memaparkan  faktor  tersebut  dari  sudut  pandang  ilmiah,  yaitu  faktor internal:  kondisi  saat  bayi  dalam  kandungan:  gen,  kondisi  ibu,  kekurangan gizi,  keracunan  obat,  serta  faktor  ekternal:  saat  atau  sesudah  kelahiran: kecalakaan,  terkena  penyakit  mata,  pengaruh  alat  bantu  medis,  terkena virus,  kurang  gizi  pada  masa  perkembangan,  kurang  vitamin,  sakit  panas tinggi,  keracunan.  Kondisi  tunanetra  tersbut  dapat mengalami  hambatan berbagai aspek perkembangan kognitif, motorik, emosi, sosial, kepribadian.

2.2     Unsur Pelaksana PPI Bagi Anak Tunanetra
Sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya, peserta didik berkebutuhan khusus memerlukan banyak program pendukung untuk perkembangannya. Program pendukung ini dilakukan oleh banyak pihak yang terkait secara multi disipliner, yaitu :
1.      Bidang edukasi (kepala sekolah, guru kelas, guru PLB, co-teacher)
2.     Bidang kedokteran (dokter anak, neurolog, psikiater, ahli fisioterapi, sensory therapy, okupasi terapi, bina bicara dan lainnya)
3.      Bidang psikologi (psikolog perkembangan, klinis anak, pendidikan)

2.3     Komponen PPI Bagi Anak Tunanetra
Program pembelajaran individual (PPI) yang dibuat secara berkala (3 bulan sekali), mencakup hasil identifikasi dan asesmen yang dirangkum dalam suatu format komponen-komponen baku, meliputi:
a.       Informasi Data Siswa:
      Meliputi nama siswa, kelas, tahun ajaran yang berlangsung, dan diagnosa.
b.      Tingkat Kemampuan Peserta Didik
Mencakup gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki peserta didik di bidang akademis dan non-akademis. Hal ini diperoleh melalui  hasil identifikasi awal dapat dilakukan oleh guru (guru kelas atau guru pembimbing khusus) dengan metode observasi dan screening berbentuk checklist. Hasil identifikasi awal ini kemudian dapat ditunjang dengan data yang didapat berdasarkan hasil kemampuan akademik. Tingkat kemampuan peserta didik terdiri dari : (a) Kemampuan akademis seperti: struktur kurikulum pada satuan Pendidikan inklusif mengacu pada struktur kurikulum SD, SMP, dan SMA  reguler. Bagi peserta didik berkebutuhan khusus  mengacu pada kurikulum sekolah biasa dengan memodifikasi sesuai dengan jenis kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Untuk jenjang SMA inklusif, program khusus bersifat kasuistik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik tertentu, dan tidak dihitung sebagai beban belajar. Hasil kemampuan akademis merupakan data penunjang hasil observasi dan Checklist Identifikasi awal. Data ini didapat dari hasil Ulangan Harian dan Ulangan Akhir, dan (b) Kemampuan Non-Akademis: Program Khusus sesuai jenis kelainan peserta didik meliputi sebagai berikut. (1) Orientasi dan Mobilitas untuk peserta didik Tunanetra, (2) Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama untuk peserta didik Tunarungu, (3) Bina Diri untuk peserta didik Tunagrahita Ringan dan Sedang, (4) Bina Gerak untuk peserta didik Tunadaksa Ringan, (5) Bina Pribadi dan Sosial untuk peserta didik Tunalaras, (6) Bina Diri dan Bina Gerak untuk peserta didik Tunadaksa Sedang, dan Tunaganda, dan  (7) Untuk peserta didik dengan identifikasi dan klasifikasi Gifted potensi kecerdasan istimewa), Talented Bakat istimewa – multi ple intelegence), Kesulitan belajar, Lambat belajar,  Autis, O Indigo membutuhkan kegiatan yang bervariasi seperti: bina diri, bina pribadi dan sosial, bina komunikasi, dan persepsi bunyi.

Berdasarkan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, maka perlu menetapkan program tertentu sepeti yang diuraikan berikut ini
1.      Penetapan Prioritas Program
Dari informasi yang digambarkan pada komponen tingkat kemampuan peserta didik ditetapkan program-program yang diprioritaskan, dan tahapannya. Juga banyaknya program yang dijadikan target maupun aspek-aspek yang ditentukan disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Aspek dalam area program pembelajaran individual (PPI) mencakup aspek akademis dan non-akademis. Aspek akademis mengacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan SD, SMP, SMA. Sedangkan aspek non-akademis merupakan kemampuan yang mencakup kemampuan emosi, sosialisasi, perilaku, komunikasi, dan pembinaan diri. Kedua area pembelajaran tersebut dipilih sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan peserta didik.
2.      Unsur Pelaksana
Penunjukan suatu pihak yang terlibat langsung dalam pembuatan program pembelajaran individual (PPI), seperti guru kelas, guru bidang studi, guru pembimbing khusus, guru pendamping, orangtua, psikolog, terapis, dan  ahli lain.
3.      Periode
Mencantumkan waktu pelaksanaan PPI dalam suatu tahun ajaran minimal dilakukan setiap tiga bulan atau disesuaikan dengan  kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus, dan kebijakan sekolah yang bersangkutan
4.      Tujuan Umum
 Membantu peserta didik untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan, dan dapat menyusun suatu program tertentu sehingga peserta didik dapat berhasil dengan baik, dan dapat mempertahankan hasil yang dicapainya.
5.      Sasaran Belajar
Merupakan kemampuan tertentu yang harus diharapkan diicapai oleh peserta didik
6.      Aktivitas pembelajaran
Merupakan cara-cara yang digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan program. Misalnya dengan menggunakan metode-metode tertentu.
Metode Pembelajaran Tunanetra
Pada dasarnya metode yang digunakan untuk siswa tunanetra hampir sama dengan siswa normal, hanya yang membedakan ialah adanya beberapa modifikasi dalam pelaksanaannya, sehingga para tunanetra mampu mengikuti kegiatan pembelajaran yang bisa mereka ikuti dengan pendengaran ataupun perabaan. Adapun metode-metode tersebut ialah:
a)   Metode Ceramah
Zuhairini dkk mendefinisikan metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan di mana cara penyampaian pengertian – pengertian materi kepada anak didik dengan jalan penerangan dan penuturan secara lisan. Metode ceramah dapat diikuti oleh tunanetra karena dalam pelaksanaan metode ini guru menyampaikan materi pelajaran dengan penjelasan lisan dan siswa mendengar penyampaian materi dari guru.

b)   Metode Tanya jawab
Menurut Zakiah Daradjat metode tanya jawab adalah salah satu teknik mengajar yang dapat membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Ini disebabkan karena guru dapat memperoleh gambaran sejauhmana murid dapat mengerti dan dapat mengungkapkan apa yang telah diceramahkan. Siswa tunanetra mampu mengikuti pengajaran dengan menggunakan metode tanya jawab, karena metode ini merupakan tambahan dari metode ceramah yang menggunakan indera pendengaran.

c)   Metode Diskusi
Metode diskusi bertujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat para siswa. Seiring dengan itu metode diskusi berfungsi untuk merangsang murid berfikir atau mengeluarkan pendapatnya sendiri mengenai persoalan – persolan yang kadang-kadang tidak dapat dipecahkan oleh suatu jawaban atau suatu cara saja, tetapi memerlukan wawasan atau ilmu pengetahuan yang mampu mencari jalan terbaik atau alternatif terbaik. Anak tunanetra dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar yang menggunakan metode diskusi, mereka dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi itu karena dalam metode diskusi, kemampuan daya fikir siswa untuk memecahkan suatu persoalan lebih diutamakan.

d)   Metode Sorogan
Metode ini dapat diikuti oleh anak tunanetra dan inti dari metode ini  adalah adanya bimbingan langsung dari guru kepada anak didik dan seorang guru dapat mengetahui langsung sejauhmana kemampuan anak didiknya dalam memahami suatu materi pelajaran.

e)   Metode Bandongan
Metode bandongan adalah salah satu metode pembelajaran dalam pendidikan islam dimana siswa atau santri tidak menghadap guru atau kyai satu demi satu, tetapi semua peserta didik menghadap guru dengan membawa buku atau kitab masing – masing kemudian guru membacakan, menerjemahkan, menerangkan kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajarinya, sementara santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kyai dengan memberikan catatan-catatan tertentu. Tunanetra dapat mengikuti metode ini, karena metode ini dapat diikuti dengan tanpa menggunakan indera penglihatan.

f)   Metode Drill
Metode Drill atau latihan adalah suatu metode dalam menyampaikan pelajaran dengan menggunakan latihan secara terus menerus sampai anak didik memiliki ketangkasan yang diharapkan. Metode Drill merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam metode yang banyak digunakan oleh para pendidik dalam proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran tercapai. Metode ini lebih menitikberatkan kepada keterampilam siswa secara kecakapan motoris, mental, asosiasi yang dibuat dan sebagainya. Metode Drill dapat disebut juga dengan metode latihan atau praktek secara langsung. Anak tunanetra mampu mengikuti metode ini jika materi yang disampaikan dan media yang digunakan mampu mendukung mereka untuk memahami materi pelajaran.
7.      Tanggal selesai
Merupakan tanggal berakhirnya program yang telah dijalankan sesuai dengan perencanaan.
8.      Evaluasi
Berbagai macam pelaksanaan evaluasi dapat berbentuk, secara tertulis, secara lisan, ataupun menilai secara praktek. Evaluasi dilakukan untuk mengukur kemampuan peserta didik terhadap proses hasil pembelajaran.

2.4     Model Layanan Khusus Di Individu Bagi Anak Tunanetra
Contoh PPI Anak Tunanetra :

Model Profil Peserta Didik
1. Data Peserta Didik
a.       Nama                  : Ananda Satyawan
b.      Jenis Kelamin     : Laki-laki
c.       Tempat lahir       : Jakarta
d.      Tanggal lahir      : 11 Maret 2008
e.       Diagnosa            : Low Vision

2. Data Orangtua
a.       Nama Bapak      : Rochmad Zaeni
b.      Nama Ibu           : Retno Pujiastuti
c.       Alamat               : Jl. Ibu Pertiwi V No.11
d.      Telepon              : 021-7872019

3. Wali yang bisa dihubungi dalam keadaan darurat:
a.       Nama     : Ibu Ayu Kustiati
b.      Status     : Nenek Edo
c.       Alamat   : Jl. Kampung Utan No 5
d.      Telepon  : 021-4567890

4. Contoh Perkembangan Siswa
a. Riwayat Kehamilan
1.     Kondisi kehamilan Ibu           : tidak ada gangguan, rutin melakukan pemeriksaan kehamilan
2.      Nutrisi saat kehamilan           : asupan gizi tercukupi
3.      Sakit yang diderita                : influenza dan panas
4.      Kecelakaan saat hamil           : tidak mengalami kecelakaan

b.   Riwayat Kelahiran
1.      Usia kehamilan                      : 8 bulan (premature)
2.      Berat saat lahir                       : 17,5 ons
3.      Panjang                                  : 46 cm
4.      Proses kelahiran                     : normal
5.      Dibantu oleh                          : dokter
6.      Tempat kelahiran                   : rumah sakit
7.      Peralatan bantuan                  : didalam inkubator 2 bulan

c.    Riwayat kesehatan
1.      Anak menderita lemah jantung
2.      Selama masa balita anak sakit demam, flu yang biasa diderita anak-anak

d. Riwayat Perkembangan Penglihatan Anak
Usia 3 bulan anak tidak dapat merespon ketika diajak bermain dengan mainan yang digerakkan.

e.    Silsilah Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami kelainan penglihatan

f.    Hasil Pemeriksaan dengan Media Snellen Chart
1.      Menggunakan mata anak tanpa bantuan
a.       Mata kanan          : 2/30
b.      Mata kiri              : 3/60
c.       Kedua mata         : 4/60
2.      Menggunakan Pin Hole
a.       Mata kanan          : 6/20
b.      Mata kiri              : 6/20

g.   Kelainan yang Dialami Anak
1.      Jenis               : Low Vision Sedang
2.      Kondisi mata  : Bola mata bersih seperti mata normal. Bola mata sering bergerak
3.      Dugaan           : Anak mengalami kelaianan refraksi juling dan diperkirakan kelainan retinopati.

           Retinopati prematurity adalah terjadinya gangguan pembentukan pembuluh darah pada retina yang tidak berkembang. Pada bayi yang lahir premature pembuluh darah tumbuh secara abnormal yaitu kedalam cairan jernih yang mengisi bola mata bagian belakang. Pertumbuhan retina secara abnormal menyebabkan pembuluh darah tidak memiliki jaringan penyokong sehingga sering terjadi pendarahan di bagian dalam mata dan sangat rapuh. Akibatnya yang ditimbulkan adalah terbentuknya jaringan parut yang menarik retina dari lapisan dalamnya ke arah pusat bola mata sehingga retina terlepas. Pengaruh yang ditimbulkan antara lain bola mata sering bergerak dan tidak memiliki keseimbangan yang muncul adanya kelainan refraksi yaitu gangguan pembiasan sinar ke retina.

Model Program Pembelajaran Individual (PPI)
Nama               : Edo Satyawan
Kelas               : Kelas 1
Tahun Ajaran    : 2014 - 2015
Diagnosa         : Low Vision
Periode            : Juli –Agustus 2015

a. Unsur Pelaksana
No
Nama Pelaksana
Jabatan
Tanda Tangan
1.
Uce Aptian Filani
Guru kelas 1

2.
Erlita Eristianti
Aide Teacher

3.
Sukoco Rifai
Guru Siswa Kebutuhan Khusus

4.
Rochmad Zaeni
Retno Pujiastuti
Orang tua

5.
Ani Rumanti, Psi
Psikolog


b. Tingkat Kemampuan
1. Akademik
·   Membaca: Edo mengenal huruf alfabet tapi belum bisa merangkainya dalam 1 suku kata atau bacaan tertentu.
· Berhitung : Edo bisa mengucapkan hitungan 1 – 10 dan menunjukkan angka apabila disebutkan. Edo masih melakukan kesalahan hitung pada benda-benda sehingga ada benda yang terlewat dan jumlah yang disebutkan tidak tepat sesuai dengan jumlahnya.

2. Non-Akademik
·   Edo belum bisa bersikap mandiri. Seperti saat disekolah selalu ingin ditemani oleh ibunya. Jika  ibunya hendak pergi meninggalkannya Edo selalu mengangis
·   Belum terbiasa dengan rutinitas kelas, terutama yang berkaitan dengan menyimpan tas, meletakkan buku komunikasi di meja guru, kemudian duduk di karpet. Si A cenderung berjalan-jalan keliling kelas, melakukan hal-hal tersebut setelah diingatkan oleh guru kelas atau co-teacher.

Dari kemampuan yang dideskripsikan di atas, disepakati program yang diprioritaskan adalah 1) membaca, 2) berhitung, 3) perilaku. (terlampir)  


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Program pembelajaran individual (PPI) adalah suatu program pembelajaran yang disusun untuk membantu peserta didik yang berkebutuhan khusus sesuai dengan kemampuannya. Bagi peserta didik berkebutuhan khusus, materi pengajaran juga mengacu pada kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan siswa secara individual. Oleh karena itu, setiap siswa anak berkebutuhan khusus mempunyai program pembelajaran individual (PPI) yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa per individu. 

3.2 Saran
            Dengan adanya program pembelajaran individual (PPI) diharapkan peserta didik dapat belajar optimal dengan materi belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kekhususannya. Penyusunan program pembelajaran individual (PPI) dilakukan di awal setiap catur wulan dan dievaluasi pada saat program berakhir, di mana waktu evaluasi disesuaikan dengan kebutuhan siswa, sehingga bisa dilakukan setiap satu bulan atau tiga bulan setelah program berjalan, atau sesuai kebutuhan. Program pembelajaran individual (PPI) bersifat progresif dan fleksibel dengan memperhatikan penanganan yang paling sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa.







 DAFTAR PUSTAKA
 
1.      Amin, M., 1995. Ortopedagogik Tunagrahita. Jakarta: Depdikbud, Ditjen Dikti, Proyek Pendidikan Gur
2.      http://ericha-wardhani.blogspot.com/2012/05/hasil-identifikasi-dan-rencana-program.html
5.      Howard and Orlansky, 1986. Exceptional Children. Colombus: Merril Publishing Company Edisi kedua.
6.      Rochyadi & Alimin, 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Direktorat P2TK dan KPT.
7.      Rudiyati, Sari. (2002). Pendidikan Anak Tunanetra (Buku Pegangan Kuliah). Fakultas Ilmu Pendidikan. UNY.
8.      Widjajantin, Anastasia dan imanuel hitipeuw. (1996). Orthopedagogik Tunanetra I. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar