Sabtu, 28 November 2015

YPAC Story



"Pelangi tidak akan nampak indah jika hanya mempunyai satu warna". 
Pelangi terlihat indah karena dibentuk oleh spektrum warna-warna jelita. Dia, Maha Kuasa, Sang Pencipta Keindahan yang membubuhkan garis-garis warna, hingga makhluk ciptaan Nya dapat menikmati suguhan yang tak terkira. 

Manusia sengaja diciptakan untuk menjadi yang paling sempurna diantara makhluk-makhluknya. Maka patut bagi kita untuk mensyukuri anugrah dari Nya. 



dia, aku hanya bisa tertegun saat pertama kali melihatnya. jari-jari mungil itu begitu lincah menjalankan sebuah kursi roda yang sehari-hari menopangnya. Manapaki lorong kelas dengan penuh percaya diri. Senyumnya pada teman dan orang di sekitar membuat suasana sekolah semakin ceria. 


Tak ada yang kurang dari mereka. Mereka sama seperti manusia normal lainnya, mereka hanya lebih istimewa. Bakat dan potensi mereka miliki. Juara dan sebagainya, mereka juga meraihnya. Lantas mengapa masih ada yang menganggap mereka berbeda?


Lihat. dia sangat gigih bukan? dorongan dan motivasi membuatnya untuk terus maju dan tak kenal lelah. 





Mereka juga manusia seperti layaknyalah kita
Bantulah mereka berkarya menuju masa depan yang bahagia


@YPAC Surabaya 2014
Observasi Jurusan D PLB FIP UNESA


(Femil, Nana, Sella, Rajab, Elmi)

Gerak Tidak Normal

1.1     Pengertian Gerak Tidak Normal
Gerak tidak normal adalah gerakan tubuh secara keseluruhan yang menyimpang baik dilihat dari keadaan otot, disebut tonus otot, dan sifat pola gerakan sendi atau gerak kinematik serta derajatnya, baik secara lokal atau secara keseluruhan. Anak tunadaksa adalah anak yang mengalami cacat fisik disertai dengan adanya gerak tidak normal.

1.2     Faktor Penyebab dan Tanda Kelainan Gerak yang Timbul
1.         Tanda Kelainan Berdasarkan Faktor Lokasi Kelainan Otak
a.        Gerak tidak normal akibat faktor kelainan traktus piramidalis
Traktus piramidalis berfungsi untuk mengendalikan tonus otot agar tetap normal. Secara sederhana traktus ini berfungsi menghambat tonus yang berlebihan. Dengan demikian bila traktus piramidalis tidak berfungsi mengendalikan otot tersebut maka tonus otot akan berlebihan. Tonus otot yang berlebihan disebut otot yang mengalami spastik. Makin lemah fungsi traktus piramidalis maka nilai spastisitasnya makin tinggi.
b.        Gerak tidak normal akibat faktor kelainan traktus ekstra piramidalis
Traktus ekstra piramidalis berfungsi utama mengendalikan pola gerak yang timbul. Maka dari itu tanda utama adanya kelainan traktus ekstra piramidalis dapat dilihat dari kelainan pola gerak yang timbul walaupun tonus otot dan fungsi sendi dalam keadaan normal. Secara umum kelainan pola gerak di antaranya terdiri dari jenis atetosis, chorea, tremor, distonia, rigiditas.
c.         Gerak tidak normal akibat faktor kelainan otak kecil atau cerebellum
Otak kecil fungsi utamanya adalah mengatur keseimbangan tubuh. Tanda utama yang mudah dikenal dari gangguan otak kecil ini adalah hambatan keseimbangan, walaupun tonus otot dan keadaan sendi normal. Keadaan ini mudah dibuktikan dengan menggerakkan sendi sedemikian rupa, sehingga posisi sendi yang stabil berubah. Hal ini dapat terjadi karena otot yang menahan keseimbangan melawan perubahan posisi tidak cepat bereaksi.

2.         Tanda Kelainan Berdasarkan Faktor Kelainan pada Otot (disebut Tonus Otot)
a.        Gerak tidak normal berdasarkan tonus otot
1)        Gerak tidak normal akibat hipotonus
Bila tonus otot melemah atau otot dalam keadaan hipotonus maka akibatnya kekuatan dan ketegangan otot menurun selama otot berkontraksi. Bahkan pada otot tidak dirasakan – melalui perabaan – adanya kontraksi atau dirasakan otot bergerak memendek/memanjang. Selain itu, gerakan sendi secara aktif oleh tubuh tidak terasa pada perabaan sehingga seolah-olah tubuh atau bagian tubuh tidak dapat bergerak sendiri.
Keadaan otot demikian menyebabkan tubuh seperti boneka kain dan pada bayi sering disebut floppy infant (bayi seperti boneka kain). Dengan demikian kelainan gerak akibat otot yang mengalami kelainan hipotonus adalah gerak yang lambat, posisi tubuh yang tidak normal dan tonus otot yang menurun. Lebih lanjut, pertumbuhan fisik dan perkembangan kemampuan tubuh akan terhambat.
2)        Gerak tidak normal akibat hipertonus
Gerakan yang ditimbulkan akibat hipertonus bermacam-macam. Di antaranya yang paling mudah dikenal adalah hipertonus otot yang sangat kuat, terutama bila sendi digerakkan secara cepat dan pada waktu sendi diluruskan secara cepat disebut spastik otot. Akibat lebih lanjut dari otot spastik timbul gerak sendi tidak normal. Cirinya gerakan sendi melipat secara cepat dan pada waktu sendi diluruskan secara cepat dari posisi melipat akan tertahan. Sedangkan bila diluruskan dengan perlahan-lahan masih ada tahanan dari otot hipertonus tersebut.
Akibat hipertonus akan menyebabkan kelainan fungsi gerak akibat gerak cepat pada taraf awal dan diikuti dengan posisi perubahan gerak tidak normal. Keadaan ini tidak menguntungkan dilihat dari segi fungsi pertumbuhan maupun perkembangan kemampuan tubuh. Oleh karena itu, adanya kelainan otot hipertonusperlu diperhatikan dalam mengatasi masalah optopedi anak tunadaksa.
b.        Gerak tidak normal akibat kelainan sifat pola gerak atau kinematik
1)        Gerak tidak normal akibat hipokinematik
Hipokinematik dapat timbul akibat kekuatan otot yang kurang atau lemah, sehingga tonus otot kurang. Akibatnya adalah gerakan yang timbul menjadi lambat. Selain itu gerakan hipokinematik dapat timbul akibat tonus otot yang berlebihan sedemikian rupa sehingga gerakan sendi menjadi lambat akibat pertahanan otot yang berlebihan.
Sebagai contoh, anak yang mengalami hipotonus akan mengalami gerakan yang lambat atau hipokinetik. Sedangkan pada anak dengan otot yang spastik dimana tonus otot kuat gerakan akan lambat akibat tahanan otot spastik tersebut. Keadaan ini terutama terjadi bila gerakan dilakukan dengan cepat dan sendi diregangkan.
2)        Gerak tidak normal akibat hiperkinematik
Gerakan ini dapat timbul dengan keadaan otot hipotonus maupun otot hipertonus. Gerakan hiperkinematik dapat diketahui dengan melihat pola gerak yang bervariasi ke segala arah. Variasi gerak akan menonjol baik pada jumlah maupun pada jenisnya. Gerakan dengan banyak variasi maupun jumlahnya, baik yang terdapat pada gerak tidak normal disebut gerak diskinesia. Pada gerak diskenesia akan ditemukan gerakan spontan yang tidak normal dengan tipe bervariasi.
Kenyataan tiap jenis gerak tidak timbul berdiri sendiri, tetapi timbul dengan kombinasi gerak. Dalam prakteknya ada jenis gerak yang umumnya telah dikenal, diantaranya:
a)        Gerak chorea, yaitu gerak cepat, mendadak, tidak disadari, dan tidak terkontrol.
b)    Gerak athetosis, yaitu gerakan yang tidak disadari, tidak terkontrol dan tidak terduga-duga, sehingga tidak jelas tujuannya. Gerakannya lambat.
c)         Gerak distonia, yaitu gerak lambat dari tubuh akibat tonus otot yang berlebihan (hipertonus). Gerakan yang timbul tidak disadari dan bersifat lambat.
d)     Gerak tremor, yaitu gerak berirama dengan amplitudo kecil secara bergantian antara satu sisi otot misalnya fleksor dengan lawannya ekstensor. Gerakan tidak disadari dan tidak terkontrol.
e)    Gerak ataxia, yaitu gerakan gangguan keseimbangan, sehingga tubuh tampak tidak stabil pada satu posisi yang diambil.
Dengan demikian kelainan gerak akibat hiperkinematik umumnya akan menimbulkan gerak tidak disadari, tidak terkontrol, tidak terduga, dan tujuannya tidak jelas, sehingga fungsinya kurang sempurna.
3.         Berdasarkan Kelumpuhan Otot pada Anggota Gerak Atas (Tangan) dan Angoota Gerak Bawah (Kaki)
a.        Kelumpuhan paraplegia
Kelumpuhan paraplegia adalah kelumpuhan yang mengenai kedua anggota gerak bawah atau kaki. Kebanyakan jenis kelumpuhan otot yang ada adalah otot spastik.
b.        Kelumpuhan diplegia
Kelumpuhan diplegia adalah kelumpuhan yang mengenai keempat anggota gerak. Pertama yang terkena adalah kaki dan biasanya terberat. Sedangkan kedua anggota atas atau lengan lebih ringan.
c.         Kelumpuhan tetraplegia atau quadriplegia
Kelumpuhan tetraplegia adalah kelumpuhan yang mengenai empat anggota gerak. Bila lebih banyak terkena anggota gerak bawah atau kaki, maka kondisi ototnya adalah spastik. Sebaliknya bila kondisi otot yang terkena lebih banyak anggota gerak atas atau tangan, maka tipe gerak yang tidak normal adalah diskinesia.
d.        Kelumpuhan hemiplegia
Keadaan kelumpuhan hemiplegia adalah kelumpuhan yang mengenai setengah badan. Apabila yang terkena paling berat anggota gerak atas, maka biasanya kondisi otot tersebut adalah spastik.
Apabila hemiplegia ini terjadi secara dini atau merupakan cacat lahir, maka akan terlihat pertumbuhan tulang terhambat sehingga tangan pendek dan otot kecil atau atropi. Sedangkan pertumbuhan kaki tidak begitu tertinggal dibandingkan dengan pertumbuhan tangan sisi yang sama. Adanya tanda perbedaan panjang tangan merupakan tanda utama adanya kelumpuhan pada masa bayi (infantil).
e.         Kelumpuhan tiga anggota gerak atau triplegia
Kelumpuhan tiga anggota gerak atau triplegia adalah kelumpuhan yang terdiri dari dua kaki atau anggota gerak bawah dan satu tangan. Sebenarnya keadaan ini merupakan gabungan dari kondisi paraplegia dan hemiplegia atau merupakan keadaan kelumpuhan tetraplegia yang tidak komplit.
f.         Kelumpuhan satu anggota gerak atau monoplegia
Kelumpuhan satu anggota gerak atau monoplegia biasanya jarang dan sering hanya mengenai satu kaki satu kaki dan ototnya spastik. Biasanya keadaan monoplegia seperti kelumpuhan hemiplegia atau paraplegia ringan.
g.        Kelumpuhan seluruh anggota gerak disebut double hemiplegia
Kelumpuhan double hemiplegia adalah kelumpuhan dua kali hemiplegia atau dua kali lumpuh sebelah badan. Tanda utama dari sifat lumpuh ini adalah tangan lebih berat terkena lumpuh dan kondisi ototnya adalah spastik. Hal yang sebaliknya terjadi pada lumpuh quadriplegia dimana kaki lebih banyak terkena dan otot tangan normal dengan gerak yang timbul adalah atetoid.
4.         Berdasarkan Derajat Kelainan Gerak yang Timbul
a.        Derajat ringan atau mild
Tanda-tanda gangguan fungsi anak tunadaksa derajat ringan:
1)        Mampu ambulasi jalan tanpa bantuan.
2)        Mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti makan, minum, dan berpakaian tanpa bantuan atau hanya dengan diawasi.
3)        Mampu berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa lisan.
b.        Derajat moderate
Tanda-tanda anak tunadaksa dengan gangguan fungsi moderate adalah:
1)   Adanya hambatan dalam mobilisasi dan memelihara diri sendiri sehingga perlu bantuan minimal.
2)        Mulai ada hambatan komunikasi

c.         Derajat berat (severe)
1)     Adanya hambatan mobilisasi sedemikian rupa sehingga anak hanya tinggal di tempat tidur atau memakai kursi roda.
2)   Perlunya bantuan penuh dalam pelaksanaan kegiatan memelihata diri sendiri terutama makan, minum, mandi, dan berpakaian.
3)        Adanya hambatan komunikasi, anak susah untuk menyampaikan kehendaknya atau anak tidak mampu menerima perintah.
5.         Kelainan Alat Gerak
Kelainan alat gerak adalah kelainan komponen alat gerak yang terdiri dari otot, tulang, sendi, saraf, serta pembuluh dan kelainan pola gerak akibat kelainan dari komponen tersebut.
a.        Kelainan alat gerak bersifat lokal
1)        Komponen gerak otot
Pada anak tunadaksa otot akan mengalami perubahan. Perubahan otot dapat diakibatkan istirahat yang lama, kurang bergerak, dan terlalu banyak digerakkan selama latihan. Akibat yang dapat terjadi otot dapat mengalami atropi atau dapat mengalami distropi.
2)        Komponen gerak tulang dan sendi
Tulang dan sendi akan mengalami kelainan bila sendi tidak digerakkan atau digerakkan secara berlebihan sehingga menyebabkan trauma rudapaksa pada sendi. Adapun kelainan sendi dan tulang yang sering timbul yaitu:
a)   Tulang menjadi kaku sehingga susah digerakkan dan bila digerakkan terasa sakit.
b) Sendi membengkak karena infeksi, trauma ruda paksa, atau inflamasi / peradangan, dan reumatik.
c)       Osteoporosis
d)       Kelainan dalam sendi, seperti patah tulang, robekan tulang rawan, atau kelainan robeknya urat di sekitar sendi. 
b.        Kelainan alat gerak bersifat sistimitis (menyeluruh)
Kelainan alat gerak bersifat sistimitis adalah kelainan alat gerak secara menyeluruh dan berhubungan dengan fungsi tubuh secara keseluruhan. Sebagai penyebab di antaranya adalah penyakit atau kelainan bawaan.
c.         Kelainan alat gerak akibat cerebral palsy
Gangguan alat gerak akibat cerebral palsy antara lain:
1)    Adanya otot yang lemah atau flaksid dan menghambat gerakan aktif dan fungsi tubuh secara keseluruhan.
2)    Adanya otot spastik secara lokal akan menyebabkan sendi susah digerakkan dan sendi akan menjadi kaku dan kontraktur serta deformitas.
3)   Adanya spastik otot secara keseluruhan akan menghambat fungsi tubuh untuk mobilisasi, berguling, merangkak, duduk stabil, berdiri stabil, dan kontrol postur serta berjalan.
4)    Adanya otot flaksid dan spastik akan menghambat fungsi tangan untuk kegiatan sehari-hari seperti makan, minum, madi, dan bepakaian, bahkan untuk belajar.
d.        Kelainan alat gerak akibat penyakit polio
Akan terjadi kelainan akibat polio antara lain sebagai berikut.
1)        Pada kaki, timbul kelainan otot kecil sehingga pola jalan terganggu, akibat kaki dan tangan menjadi pendek.
2)        Kelainan sendi lutut yang melipat, pergelangan kaki yang jinjit atau melipat ke luar dan ke dalam.
3)        Kelainan pada tulang belakang sedemikian rupa sehingga badan menjadi bungkuk dan bahu menjadi tinggi sebelah (skoliosis).
e.         Kelainan alat gerak akibat penyakit otot muscular distropi
1)        Adanya otot distropi sehingga kekuatan otot menurun dan gerakan sendi atau tubuh akan menjadi lambat.
2)        Gangguan gerak sendi akibat sendi menjadi kaku atau kontraktur.
3)        Gangguan mobilisasi mulai berguling, merangkak, duduk, berdiri, dan jalan.
4)        Bila terjadi kelainan pada tangan maka fungsi akan menurun.
f.         Kelainan alat gerak akibat cacat bawaan atau diperoleh
Cacat bawaan atau diperoleh akan menyebabkan tidak sempurnanya alat gerak, baik anggota gerak atas maupun bawah. Kelainan anggota gerak bawaan sudah ada sejak lahir. Sedangkan kelainan gerak diperoleh merupakan akibat tindakan operasi amputasi.







Daftar Pustaka
Muslim, Toha. 1995. Ortopedi dalam Pendidikan Anak Tunadaksa. Jakarta: Depdikbud.


Rabu, 11 November 2015

Terapi Dalam Ortopedi

A. Pengertian Aktivitas Terapi
Aktivitas terapi merupakan serangkaian gerak fisik yang dilakukan di dalam usaha penyembuhan atau meningkatkan kualitas hidup penderita, mengelola penyakitnya dan menunda atau meniadakan komplikasi yang akan ditimbulkannya. Penggunaan aktivitas fisik sebagai usaha terapi tidak dapat berdiri sendiri, melainkan bersifat komplementer dengan usaha terapi yang lain misalnya pengaturan makan dan pengobatan konvensional yang telah terbukti peranannya. Penggunaan aktivitas fisik sebagai usaha prevensi sudah dapat diterima oleh banyak orang, namun perannya sebagai terapi masih menjadikan kontroversi. Kenyataan memang menunjukan bahwa pada keadaan tertentu aktivitas fisik atau olahraga memberi manfaat sebagai penyembuh, namun pada keadaan lain kadang-kadang justru menambah parahnya suatu penyakit. Berbeda dengan pencegahan, hampir semua jenis penyakit dapat dicegah atau dihambat dengan olahraga atau aktivitas fisik, sedang untuk usaha terapi terbatas terutama penyakit degeneratif.
Ada beberapa macam program terapi, seperti fisio terapi, terapi akupasi, terapi bermain, terapi musik, operasi ortopedi. Fisio terapi adalah suatu penyembuhan atau pengobatan bagi penderita kelainan fisik dengan menggunakan tenaga, daya dan khasiat
alam. Maksud kegiatan penyembuhan dan pengobatan dengan menggunakan khasiat alam, terutama untuk menjaga gerak sendi, mencegah terjadinya pemendekan otot, mendidik kembali perasaan dan gerakan otot-otot, mencegah adanya atropi otot, serta mendidik gerakan fungsional. Banyak macam khasiat alam yang dapat dimanfaatkan untuk usaha penyembuhan dan pengobatan, diantaranya dengan menggunakan sinar (light therapy) yang menimbulkan panas berguna untuk analgesia, relaksasi otot, dan peningkatan peregangan kolagen. Dingin lebih bermanfaat untuk nyeri akut karena kemampuannya dalam mengontrol pembengkaan. Banyak bentuk panas yang tersedia, termasuk kantong pemanas, dietermi gelombang pendek dan gelombang mikro, dan ultrasound. Hidrotherapy (menggunakan air) juga memberikan panas, tetapi merupakan “agen debriding” yang jauh 3 lebih baik dari pada agen pemanas. Pemberian terapi dengan tenaga air ini bisa dengan semprotan air, berenang pada air yang mengaliran. Pemberian terapi dengan masase, yaitu dengan jalan memberikan gosokan pada tempat tertentu yang dapat mengurangi ketegangan otot. Pemberian fisioterapi yang terkait dengan usaha membina kekuatan otot, ketahanan dan koordinasi otot dengan anggota gerak yang lain adalah jenis mekanoterapi. Jenis mekanoterapi ini dapat diberikan dengan cara: a) melatih gerakan pasif, atau gerakan dibantu dengan orang lain, anak tidak melakukannya sendiri. b) melatih dengan gerakan aktif, anak berusaha untuk menggerakan anggota tubuhnya sendiri.

B. Tujuan Program Aktivitas Terapi
Tujuan yang ingin dicapai dalam program aktivitas terapi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, mengelola ketunaan atau penyakitnya dan menunda atau meniadakan komplikasi yang akan ditimbulkannya. Hal ini dilakukan dengan didasarkan kepada kenyataan bahwa fungsi organ akan menurun apabila tidak digunakan dan akan meningkat apabila digunakan. Takaran latihan harus disesuaikan dengan tingkat toleransi individu. Sebagai indikator dari tingkat toleransi adalah mulainya rasa tidak enak, nyeri atau tegang.

C.  Faktor-Faktor yang Dipilih Untuk Latihan Terapi
1). Kekuatan.
Kekuatan adalah kemampuan otot untuk suatu ketahan akibat suatu beban. Beban dapat dari bobot badan sendiri atau dari luar. Kekuatan dapat ditingkatkan dengan latihan yang menimbulkan tahanan (resistance), misal mendorong, mengangkat, dan menarik.

2). Kelentukan (flexibility)
Flesibilitas adalah luas gerak persendian atau kemampuan seseorang untuk menggerakan anggota badan pada luas gerak tertentu pada suatu persendian. Kelenturan dapat ditingkatkan dengan bentuk latihan mengayun, memutar, meregang dan memantul-mantulkan anggota tubuh.

3). Relaksasi.
Relaksasi adalah melepaskan ketegangan dan kegelisahan. Setiap orang melakukan relaksasi pada saat tertentu dan pada kondisi tertentu. Terdapat berbagai macam teknik dan tata cara dalam melakukan relaksasi ini, yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Dan terdapat banyak teknik yang berbeda-bada namun tetap banyak digemari di USA. Teknik-teknik ini lebih banyak menghasilkan efek untuk melepaskan ketegangan, tetapi ada juga efek jangka panjang yang dapat mempengaruhi pikiran dan badan.

D. Penyusunan Program Latihan Aktivitas Terapi

§  Perencanaan latihan
Perencanaan latihan merupakan seperangkat tujuan konkrit, yang dijadikan motivasi oleh seseorang. Perencanaan merupakan bagian yang amat penting dari serangkaian kegiatan latihan. Keberhasilan pelaksanaan program bergantung kepada baik tidaknya perencanaan.

§  Fungsi perencanaan, antara lain :
• Acuan /panduan pelaksanaan program
• Alat pengendali pelaksanaan program
• Tolok ukur kegiatan evaluasi
• Materi yang akan dievaluasi
• Untuk mengetahui unsur penghambat dan penunjang
• Merumuskan kreteria keberhasilan pelaksanaan program.

§  Prinsip Perncanaan:
• Berdasarkan kebutuhan
• Konsistensi, keselarasan antara tujuan dan dengan proses pelaksanaan.
• Efesiensi dan produktif, berorientasi pada pemanfaatan sumber daya yang ada
•Universal, mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi secara keseluruhan.

§  Komponen Perencanaan:
• Kegiatan, jenis program latihan yang tersedia.
• Tujuan, harapan yang akan dicapai lewat program latihan.
• Output, hasil latihan yang diharapkan,
• Proses kegiatan, pelaksanaan kegiatan dari persiapan sampai evaluasi.
• Kelompok sasaran, subyek yang dikenai program latihan.
• Waktu, jangka waktu yang tersedia untuk berlatih.
• Lokasi, tempat latihan, outdoor, indoor, atau ber AC.

§  Standar Layanan.
Sebelum program latihan dilaksanakan, selayaknya mendapatkan layanan yang terstandart meliputi antara lain:
• Penjaringan riwayat kesehatan, kebugaran dan gaya hidup.
• Pemeriksaan status kebugaran dan kesehatan.
• Diaknosa, dari data riwayat kesehatan dan kebugaran serta pemeriksaan status kesehatan dan kebugaran dilakukan diaknosa.
• Penyusunan program latihan. Program latihan disusun berdasarkan tujuan yang dikehendaki, prioritas program, pemilian model dan sarana latihan serta kondisi seseorang.
• Treatment, yakni pemberian latihan sesuai dengan hasil diaknosa dengan mempertimbangkan keadaan seseorang.
• Evaluasi, untuk mengukur keberhasilan latihan perlu diadakan evaluasi berkala baik setiap selesai berlatih, maupun assesment (pengukuran) berkala (mingguan, bulanan, dst).

E.   Program Latihan Untuk Cerebral Palsy
Penderita cerebral palsy yang sebagian besar sifatnya sedang dan berat, mereka juga mempunyai cacat yang lain. Secara kondisi medis mereka dapat diperbaiki dan dilatih namun tidak dapat disembuhkan.
Pada penderita cerebral palsy ini, secara universal terapi dengan aktivitas fisik atau olahraga sangat disarankan. Aktivitas jasmani yang aman dan memenuhi kebutuhan bagi anak tersebut adalah:
1.                                 Kebutuhan akan kebugaran jasmani dan gerak. Individu dengan cerebral palsy kebutuhan akan kebugaran jasmani tidak jauh berbeda dengan anak normal, karena anak dengan kondisi bugar mempunyai daya tahan tubuh yang baik sehingga tidak mudah terserang bibit penyakit. Untuk itu program peningkatan kekuatan, daya tahan otot, daya tahan kardiorespirasi dan kelentukan perlu diberikan pada mereka. Begitu banyak gejala dan variasi penderita cerebral palsy, semua aktivitas harus bersifat individual untuk semua anak. Aktivitas kebugaran yang dapat dilakukan adalah bersepeda statis, bersepada statis ini akan lebih aman bagi penderita, disamping mudah pelaksanaannya juga mempunyai kemanfaatan yang tinggi untuk meningkatkan kardiorespirasi. Aktivitas menggantung dengan menggunakan palang tarik angkat (pull118 up bar), mendorong dan mengangkat beban melalui rentang gerak Gymnasium Universal, dirancang untuk meningkatkan kekuatan , dayatahan otot dan fleksibilitas. Untuk semua tipe cerebral palsy, direkomedasi secara progresif beban ditambah.
2.                                       Untuk penderita ataksia dan athetoid membutuhkan relaksasi dan stabilisasi antara antivitas gerakan otot-otot besar berorientasi kebugaran. Pada penderita ini, otot-otot yang kaku diregangkan/ diulur, setelah melakukan pemanasan. Latihan ini dimulai dari latihan otot-otot yang dapat diperintah dan hanya melibatkan satu persendian. Gerakan yang dapat dilakukan adalah menekuk/ meluruskan atau menangkap/ melepaskan. Antara menekuk dan meluruskan, disarankan gerakan melepas lebih banyak karena untuk tujuan menghalangi reflek menangkap. Latihan relaksasi seperti pada bab 2 juga dapat dilakukan untuk dapat mengontrol ketegangan yang terjadi di tubuh.
3.      Penderita ataksia, yang mempunyai kesadaran kinestetik kurang/ jelek, memerlukan latihan orientasi ruang. Selama latihan orientasi ruang, sebuah cermin dapat digunakan untuk memberikan umpan balik secepatnya.
4.                                     Penderita ini juga memerlukan keterampilan dan pola gerak dasar. Pada keterampilan pola gerak dasar, ada tiga pentahapan yaitu: tahap pertama latihan relaksasi, tahap kedua latihan gerak sendi terhadap otot-otot yang diperintah, dan tahap ketiga latihan yang sudah melibatkan banyak sendi, aktivitasnya dapat berupa merayap, merangkak.

F.   Macam-macam Gerakan Pada Terapi Ortopedi
a.       Periksa dengan jari untuk meluruskan leher, punggung dan bahu (Neck, back, and shoulder flattener)
§  Tujuan : kepala bagian muka, cervical lordosis, kyphosis, bahu bagian depan dan lordosis
§  Sasaran : panggul miring
§  Sikap awal : telentang, lutut ditekuk, lengan di samping dengan telapak tangan ke bawah
§  Pelaksanaan:
-         Tarik nafas dan kembangkan dada sampai tengkuk, leher menapak pada lantai dengan peregangan pendek, dorong dagu ke arah dada.
-     Pada waktu yang sama, luruskan sebagian punggung ke lantai dengan kekuatan otot perut dan pantat.
-    Mengetahui bahwa leher dan punggung lurus pada lantai, dan disertai pengeluaran nafas.
-         Dilakukan dengan lebih mudah dengan cara meluruskan punggung, latihan akan lebih sulit dan manfaat yang diperoleh lebih besar, bila dengan cara meluruskan kaki perlahanlahan sampai punggung bawah tidak dalam posisi datar atau tidak lurus.
b.      Breaking Chins
§  Tujuan : Bahu bagian muka
§  Sasaran : Kyphosis, pelurusan dada, kepala bagian depan, lordosis, dan pengembangan bahu
§  Sikap awal : Berdiri membelakangi sudut (tembok) kaki terpisah kurang lebih 6 inci, letakan ke dua tangan bersama-sama di depan dada dengan siku lurus dengan bahu.
§  Pelaksanaan :
-         Seolah-olah memotong rantai dengan kekuatan mendorong, tangan terkepal, terpisah tertahankan siku lurus dengan bahu, gerakan bahu bersama-sama dengan menarik nafas.
-             Lipat panggul dan tekan punggung bagian bawah serapat mungkin ke dinding.
-            Tahan posisi ini 10 detik.
-             Rileks dan keluarkan nafas
-        Latihan boleh dilakukan dengan posisi duduk dengan kaki disilangkan seperti posisi menjahit.

c.       Meluruskn leher di depan cermin (neck flattener at mirror)
§   Tujuan : Kepala bagian depan, bahu baagian depan, kyposis , lardosis dan pengembangan bahu.
§   Sasaran : Penyimpangan sikap tubuh secara keseluruhan.
§   Sikap awal : Berdiri tegak di depan kaca, kepala tegak, bahu masuk, siku diluruskan ke samping dengan bahu lurus, ujung jari di belakang kepala.
§   Pelaksanaan :
-      Tegakan kepala dan leher, tangan di belakang secara penuh menekan ke muka selam beberapa saat, dan siku diarahkan ke balakang, tarik nafas.
-         Punggung diluruskan rendah sambil melipat kembali kesikap awal.
       
d.      Bersepeda (bicycle)
§  Tujuan : Pemanasan seluruh kaki dan betis
§  Sasaran : Untuk mengembangan dan peregangan tungkai dan kaki
§  Sikap awal : Telentang, siku di samping tubuh ditekuk 90 derajat
§  Pelaksanaan :
-    Bawa lutut ke dada dan putar sehingga beban tubuh ditahan pada bahu dan leher, letakan tangan dibawah panggul bayangkan sedang mengayuh sepeda.
-       Tekan secara penuh gerakan pada panggul, lutut, ujung jari lurus dan kemudian tumit ditingkatkan dengan meluruskan kaki dan pergelangan kaki. Dilakukan pelan-pelan untuk meningkatkan kelentukan kemudian dipercepat untuk pemanasan.

e.       Memutar Lutut (knee rotator)
§  Tujuan : Lutut keluar, memilin tibia
§  Sasaran :Mejejajarkan/memulihkan lekukan memanjang, dan menelungkupkan pergelangan kaki.
§  Sikap awal      : Berdiri, berpegangan pada tangkai pegangan belakang kursi, tumit terpisah kurang lebih 3 inci, jari dirapatkan dengan beban diarahkan ke samping kaki.
§  Pelaksanaan :
-          Tekuk lutut lurus dan putar lutut ke luar dengan gerakan tumit bersama-sama mengerus lantai (jangan lakukan gerakan mendadak) pertahankan bagian dalam bulat pada kaki ditekuk sampai tinggi, lekukan panjang dibentuk dan kepala lutut mengarah ke luar.
-          Tahan posisi ini 10 detik
-          Otot kaki dan betis rileks seperti jalan di tempat.
-          Ulangi latihan.

f.    Quadriceps setting
§  Tujuan : Menstabilkan lutut bagian depan (tempurung)
§  Sasaran : Menstabilkan sendi lutut dan memperbaiki tonus otot Quadriceps (sebelum dan sesudah operasi)
§  Sikap awal : Berdiri dengan jalan kaki lurus di muka, salah satu betis lurus di muka lainnya, dengan lutut lurus, tetapi tidak dipengkarkan (dapat pula dilakukan dengan posisi duduk).
§  Pelaksanaan :
-          Luruskan lutut dengan betis ke belakang
-          Pilin dan angkat tempurung lutut, tahan
-          Perlahan-lahan tempurung lutut diturunkan ke posisi semula, otot rileks.
-          Perlahan-lahan tingkatkan beban pada kaki
g.      Tujuan : Peregangan Memiringkan kepala (head tilt) otot leher.
§  Sasaran : Relaksasi otot leher, memperbaiki ketegangan leher.
§  Sikap awal : Duduk di kursi dengan salah satu tangan memegamg leher, kepala. dan leher dimiringkan lurus dengan sudut 45 derajat berlawanan arah.
§  Pelaksanaan :
-          Tarik dagu sejauh mungkin untuk diregangkan
-          Letakan tangan di atas kepala, menutup telinga dan miringkan dengan perlahan-lahan untuk diulur
-          Setelah teregang tahan 10 detik
-          Ulangi peregangan ini 3 kali pada setiap posisi.
h.      Kekuatan memeras (Gripper)
§   Tujuan : Kekuatan tangan dan lengan bawah
§   Sasaran : Memperbaiki tonus otot seluruh kelompok otot flexsor dan membatasi kelemahan sendi.
§   Sikap awal : Berdir/ duduk dengan memegang karet lingkaran/ bola tenis, bola tangan / bola pingpong.
§   Pelaksanaan :
-          Putarkan bola sambil mengubah posisi lengan atas; sambil memegang putar kesalah satu arah kemudian kearah yang lain,  rileks, ulangi.
-          Peningkatan latihan, gunakan alat kekuatan memeras.