Sabtu, 28 November 2015

Gerak Tidak Normal

1.1     Pengertian Gerak Tidak Normal
Gerak tidak normal adalah gerakan tubuh secara keseluruhan yang menyimpang baik dilihat dari keadaan otot, disebut tonus otot, dan sifat pola gerakan sendi atau gerak kinematik serta derajatnya, baik secara lokal atau secara keseluruhan. Anak tunadaksa adalah anak yang mengalami cacat fisik disertai dengan adanya gerak tidak normal.

1.2     Faktor Penyebab dan Tanda Kelainan Gerak yang Timbul
1.         Tanda Kelainan Berdasarkan Faktor Lokasi Kelainan Otak
a.        Gerak tidak normal akibat faktor kelainan traktus piramidalis
Traktus piramidalis berfungsi untuk mengendalikan tonus otot agar tetap normal. Secara sederhana traktus ini berfungsi menghambat tonus yang berlebihan. Dengan demikian bila traktus piramidalis tidak berfungsi mengendalikan otot tersebut maka tonus otot akan berlebihan. Tonus otot yang berlebihan disebut otot yang mengalami spastik. Makin lemah fungsi traktus piramidalis maka nilai spastisitasnya makin tinggi.
b.        Gerak tidak normal akibat faktor kelainan traktus ekstra piramidalis
Traktus ekstra piramidalis berfungsi utama mengendalikan pola gerak yang timbul. Maka dari itu tanda utama adanya kelainan traktus ekstra piramidalis dapat dilihat dari kelainan pola gerak yang timbul walaupun tonus otot dan fungsi sendi dalam keadaan normal. Secara umum kelainan pola gerak di antaranya terdiri dari jenis atetosis, chorea, tremor, distonia, rigiditas.
c.         Gerak tidak normal akibat faktor kelainan otak kecil atau cerebellum
Otak kecil fungsi utamanya adalah mengatur keseimbangan tubuh. Tanda utama yang mudah dikenal dari gangguan otak kecil ini adalah hambatan keseimbangan, walaupun tonus otot dan keadaan sendi normal. Keadaan ini mudah dibuktikan dengan menggerakkan sendi sedemikian rupa, sehingga posisi sendi yang stabil berubah. Hal ini dapat terjadi karena otot yang menahan keseimbangan melawan perubahan posisi tidak cepat bereaksi.

2.         Tanda Kelainan Berdasarkan Faktor Kelainan pada Otot (disebut Tonus Otot)
a.        Gerak tidak normal berdasarkan tonus otot
1)        Gerak tidak normal akibat hipotonus
Bila tonus otot melemah atau otot dalam keadaan hipotonus maka akibatnya kekuatan dan ketegangan otot menurun selama otot berkontraksi. Bahkan pada otot tidak dirasakan – melalui perabaan – adanya kontraksi atau dirasakan otot bergerak memendek/memanjang. Selain itu, gerakan sendi secara aktif oleh tubuh tidak terasa pada perabaan sehingga seolah-olah tubuh atau bagian tubuh tidak dapat bergerak sendiri.
Keadaan otot demikian menyebabkan tubuh seperti boneka kain dan pada bayi sering disebut floppy infant (bayi seperti boneka kain). Dengan demikian kelainan gerak akibat otot yang mengalami kelainan hipotonus adalah gerak yang lambat, posisi tubuh yang tidak normal dan tonus otot yang menurun. Lebih lanjut, pertumbuhan fisik dan perkembangan kemampuan tubuh akan terhambat.
2)        Gerak tidak normal akibat hipertonus
Gerakan yang ditimbulkan akibat hipertonus bermacam-macam. Di antaranya yang paling mudah dikenal adalah hipertonus otot yang sangat kuat, terutama bila sendi digerakkan secara cepat dan pada waktu sendi diluruskan secara cepat disebut spastik otot. Akibat lebih lanjut dari otot spastik timbul gerak sendi tidak normal. Cirinya gerakan sendi melipat secara cepat dan pada waktu sendi diluruskan secara cepat dari posisi melipat akan tertahan. Sedangkan bila diluruskan dengan perlahan-lahan masih ada tahanan dari otot hipertonus tersebut.
Akibat hipertonus akan menyebabkan kelainan fungsi gerak akibat gerak cepat pada taraf awal dan diikuti dengan posisi perubahan gerak tidak normal. Keadaan ini tidak menguntungkan dilihat dari segi fungsi pertumbuhan maupun perkembangan kemampuan tubuh. Oleh karena itu, adanya kelainan otot hipertonusperlu diperhatikan dalam mengatasi masalah optopedi anak tunadaksa.
b.        Gerak tidak normal akibat kelainan sifat pola gerak atau kinematik
1)        Gerak tidak normal akibat hipokinematik
Hipokinematik dapat timbul akibat kekuatan otot yang kurang atau lemah, sehingga tonus otot kurang. Akibatnya adalah gerakan yang timbul menjadi lambat. Selain itu gerakan hipokinematik dapat timbul akibat tonus otot yang berlebihan sedemikian rupa sehingga gerakan sendi menjadi lambat akibat pertahanan otot yang berlebihan.
Sebagai contoh, anak yang mengalami hipotonus akan mengalami gerakan yang lambat atau hipokinetik. Sedangkan pada anak dengan otot yang spastik dimana tonus otot kuat gerakan akan lambat akibat tahanan otot spastik tersebut. Keadaan ini terutama terjadi bila gerakan dilakukan dengan cepat dan sendi diregangkan.
2)        Gerak tidak normal akibat hiperkinematik
Gerakan ini dapat timbul dengan keadaan otot hipotonus maupun otot hipertonus. Gerakan hiperkinematik dapat diketahui dengan melihat pola gerak yang bervariasi ke segala arah. Variasi gerak akan menonjol baik pada jumlah maupun pada jenisnya. Gerakan dengan banyak variasi maupun jumlahnya, baik yang terdapat pada gerak tidak normal disebut gerak diskinesia. Pada gerak diskenesia akan ditemukan gerakan spontan yang tidak normal dengan tipe bervariasi.
Kenyataan tiap jenis gerak tidak timbul berdiri sendiri, tetapi timbul dengan kombinasi gerak. Dalam prakteknya ada jenis gerak yang umumnya telah dikenal, diantaranya:
a)        Gerak chorea, yaitu gerak cepat, mendadak, tidak disadari, dan tidak terkontrol.
b)    Gerak athetosis, yaitu gerakan yang tidak disadari, tidak terkontrol dan tidak terduga-duga, sehingga tidak jelas tujuannya. Gerakannya lambat.
c)         Gerak distonia, yaitu gerak lambat dari tubuh akibat tonus otot yang berlebihan (hipertonus). Gerakan yang timbul tidak disadari dan bersifat lambat.
d)     Gerak tremor, yaitu gerak berirama dengan amplitudo kecil secara bergantian antara satu sisi otot misalnya fleksor dengan lawannya ekstensor. Gerakan tidak disadari dan tidak terkontrol.
e)    Gerak ataxia, yaitu gerakan gangguan keseimbangan, sehingga tubuh tampak tidak stabil pada satu posisi yang diambil.
Dengan demikian kelainan gerak akibat hiperkinematik umumnya akan menimbulkan gerak tidak disadari, tidak terkontrol, tidak terduga, dan tujuannya tidak jelas, sehingga fungsinya kurang sempurna.
3.         Berdasarkan Kelumpuhan Otot pada Anggota Gerak Atas (Tangan) dan Angoota Gerak Bawah (Kaki)
a.        Kelumpuhan paraplegia
Kelumpuhan paraplegia adalah kelumpuhan yang mengenai kedua anggota gerak bawah atau kaki. Kebanyakan jenis kelumpuhan otot yang ada adalah otot spastik.
b.        Kelumpuhan diplegia
Kelumpuhan diplegia adalah kelumpuhan yang mengenai keempat anggota gerak. Pertama yang terkena adalah kaki dan biasanya terberat. Sedangkan kedua anggota atas atau lengan lebih ringan.
c.         Kelumpuhan tetraplegia atau quadriplegia
Kelumpuhan tetraplegia adalah kelumpuhan yang mengenai empat anggota gerak. Bila lebih banyak terkena anggota gerak bawah atau kaki, maka kondisi ototnya adalah spastik. Sebaliknya bila kondisi otot yang terkena lebih banyak anggota gerak atas atau tangan, maka tipe gerak yang tidak normal adalah diskinesia.
d.        Kelumpuhan hemiplegia
Keadaan kelumpuhan hemiplegia adalah kelumpuhan yang mengenai setengah badan. Apabila yang terkena paling berat anggota gerak atas, maka biasanya kondisi otot tersebut adalah spastik.
Apabila hemiplegia ini terjadi secara dini atau merupakan cacat lahir, maka akan terlihat pertumbuhan tulang terhambat sehingga tangan pendek dan otot kecil atau atropi. Sedangkan pertumbuhan kaki tidak begitu tertinggal dibandingkan dengan pertumbuhan tangan sisi yang sama. Adanya tanda perbedaan panjang tangan merupakan tanda utama adanya kelumpuhan pada masa bayi (infantil).
e.         Kelumpuhan tiga anggota gerak atau triplegia
Kelumpuhan tiga anggota gerak atau triplegia adalah kelumpuhan yang terdiri dari dua kaki atau anggota gerak bawah dan satu tangan. Sebenarnya keadaan ini merupakan gabungan dari kondisi paraplegia dan hemiplegia atau merupakan keadaan kelumpuhan tetraplegia yang tidak komplit.
f.         Kelumpuhan satu anggota gerak atau monoplegia
Kelumpuhan satu anggota gerak atau monoplegia biasanya jarang dan sering hanya mengenai satu kaki satu kaki dan ototnya spastik. Biasanya keadaan monoplegia seperti kelumpuhan hemiplegia atau paraplegia ringan.
g.        Kelumpuhan seluruh anggota gerak disebut double hemiplegia
Kelumpuhan double hemiplegia adalah kelumpuhan dua kali hemiplegia atau dua kali lumpuh sebelah badan. Tanda utama dari sifat lumpuh ini adalah tangan lebih berat terkena lumpuh dan kondisi ototnya adalah spastik. Hal yang sebaliknya terjadi pada lumpuh quadriplegia dimana kaki lebih banyak terkena dan otot tangan normal dengan gerak yang timbul adalah atetoid.
4.         Berdasarkan Derajat Kelainan Gerak yang Timbul
a.        Derajat ringan atau mild
Tanda-tanda gangguan fungsi anak tunadaksa derajat ringan:
1)        Mampu ambulasi jalan tanpa bantuan.
2)        Mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti makan, minum, dan berpakaian tanpa bantuan atau hanya dengan diawasi.
3)        Mampu berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa lisan.
b.        Derajat moderate
Tanda-tanda anak tunadaksa dengan gangguan fungsi moderate adalah:
1)   Adanya hambatan dalam mobilisasi dan memelihara diri sendiri sehingga perlu bantuan minimal.
2)        Mulai ada hambatan komunikasi

c.         Derajat berat (severe)
1)     Adanya hambatan mobilisasi sedemikian rupa sehingga anak hanya tinggal di tempat tidur atau memakai kursi roda.
2)   Perlunya bantuan penuh dalam pelaksanaan kegiatan memelihata diri sendiri terutama makan, minum, mandi, dan berpakaian.
3)        Adanya hambatan komunikasi, anak susah untuk menyampaikan kehendaknya atau anak tidak mampu menerima perintah.
5.         Kelainan Alat Gerak
Kelainan alat gerak adalah kelainan komponen alat gerak yang terdiri dari otot, tulang, sendi, saraf, serta pembuluh dan kelainan pola gerak akibat kelainan dari komponen tersebut.
a.        Kelainan alat gerak bersifat lokal
1)        Komponen gerak otot
Pada anak tunadaksa otot akan mengalami perubahan. Perubahan otot dapat diakibatkan istirahat yang lama, kurang bergerak, dan terlalu banyak digerakkan selama latihan. Akibat yang dapat terjadi otot dapat mengalami atropi atau dapat mengalami distropi.
2)        Komponen gerak tulang dan sendi
Tulang dan sendi akan mengalami kelainan bila sendi tidak digerakkan atau digerakkan secara berlebihan sehingga menyebabkan trauma rudapaksa pada sendi. Adapun kelainan sendi dan tulang yang sering timbul yaitu:
a)   Tulang menjadi kaku sehingga susah digerakkan dan bila digerakkan terasa sakit.
b) Sendi membengkak karena infeksi, trauma ruda paksa, atau inflamasi / peradangan, dan reumatik.
c)       Osteoporosis
d)       Kelainan dalam sendi, seperti patah tulang, robekan tulang rawan, atau kelainan robeknya urat di sekitar sendi. 
b.        Kelainan alat gerak bersifat sistimitis (menyeluruh)
Kelainan alat gerak bersifat sistimitis adalah kelainan alat gerak secara menyeluruh dan berhubungan dengan fungsi tubuh secara keseluruhan. Sebagai penyebab di antaranya adalah penyakit atau kelainan bawaan.
c.         Kelainan alat gerak akibat cerebral palsy
Gangguan alat gerak akibat cerebral palsy antara lain:
1)    Adanya otot yang lemah atau flaksid dan menghambat gerakan aktif dan fungsi tubuh secara keseluruhan.
2)    Adanya otot spastik secara lokal akan menyebabkan sendi susah digerakkan dan sendi akan menjadi kaku dan kontraktur serta deformitas.
3)   Adanya spastik otot secara keseluruhan akan menghambat fungsi tubuh untuk mobilisasi, berguling, merangkak, duduk stabil, berdiri stabil, dan kontrol postur serta berjalan.
4)    Adanya otot flaksid dan spastik akan menghambat fungsi tangan untuk kegiatan sehari-hari seperti makan, minum, madi, dan bepakaian, bahkan untuk belajar.
d.        Kelainan alat gerak akibat penyakit polio
Akan terjadi kelainan akibat polio antara lain sebagai berikut.
1)        Pada kaki, timbul kelainan otot kecil sehingga pola jalan terganggu, akibat kaki dan tangan menjadi pendek.
2)        Kelainan sendi lutut yang melipat, pergelangan kaki yang jinjit atau melipat ke luar dan ke dalam.
3)        Kelainan pada tulang belakang sedemikian rupa sehingga badan menjadi bungkuk dan bahu menjadi tinggi sebelah (skoliosis).
e.         Kelainan alat gerak akibat penyakit otot muscular distropi
1)        Adanya otot distropi sehingga kekuatan otot menurun dan gerakan sendi atau tubuh akan menjadi lambat.
2)        Gangguan gerak sendi akibat sendi menjadi kaku atau kontraktur.
3)        Gangguan mobilisasi mulai berguling, merangkak, duduk, berdiri, dan jalan.
4)        Bila terjadi kelainan pada tangan maka fungsi akan menurun.
f.         Kelainan alat gerak akibat cacat bawaan atau diperoleh
Cacat bawaan atau diperoleh akan menyebabkan tidak sempurnanya alat gerak, baik anggota gerak atas maupun bawah. Kelainan anggota gerak bawaan sudah ada sejak lahir. Sedangkan kelainan gerak diperoleh merupakan akibat tindakan operasi amputasi.







Daftar Pustaka
Muslim, Toha. 1995. Ortopedi dalam Pendidikan Anak Tunadaksa. Jakarta: Depdikbud.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar