1.1
Pengertian Gerak Tidak Normal
Gerak
tidak normal adalah gerakan tubuh secara keseluruhan yang menyimpang baik
dilihat dari keadaan otot, disebut tonus otot, dan sifat pola gerakan sendi
atau gerak kinematik serta derajatnya, baik secara lokal atau secara
keseluruhan. Anak tunadaksa adalah anak yang mengalami cacat fisik disertai
dengan adanya gerak tidak normal.
1.2
Faktor Penyebab dan Tanda Kelainan Gerak yang Timbul
1.
Tanda Kelainan Berdasarkan Faktor Lokasi Kelainan Otak
a.
Gerak tidak normal akibat faktor kelainan traktus
piramidalis
Traktus piramidalis berfungsi untuk
mengendalikan tonus otot agar tetap normal. Secara sederhana traktus ini
berfungsi menghambat tonus yang berlebihan. Dengan demikian bila traktus
piramidalis tidak berfungsi mengendalikan otot tersebut maka tonus otot akan
berlebihan. Tonus otot yang berlebihan disebut otot yang mengalami spastik.
Makin lemah fungsi traktus piramidalis maka nilai spastisitasnya makin tinggi.
b.
Gerak tidak normal akibat faktor kelainan traktus ekstra
piramidalis
Traktus ekstra piramidalis berfungsi
utama mengendalikan pola gerak yang timbul. Maka dari itu tanda utama adanya
kelainan traktus ekstra piramidalis dapat dilihat dari kelainan pola gerak yang
timbul walaupun tonus otot dan fungsi sendi dalam keadaan normal. Secara umum
kelainan pola gerak di antaranya terdiri dari jenis atetosis, chorea, tremor,
distonia, rigiditas.
c.
Gerak tidak normal akibat faktor kelainan otak kecil atau
cerebellum
Otak
kecil fungsi utamanya adalah mengatur keseimbangan tubuh. Tanda utama yang
mudah dikenal dari gangguan otak kecil ini adalah hambatan keseimbangan,
walaupun tonus otot dan keadaan sendi normal. Keadaan ini mudah dibuktikan
dengan menggerakkan sendi sedemikian rupa, sehingga posisi sendi yang stabil
berubah. Hal ini dapat terjadi karena otot yang menahan keseimbangan melawan
perubahan posisi tidak cepat bereaksi.
2.
Tanda Kelainan Berdasarkan Faktor Kelainan pada Otot
(disebut Tonus Otot)
a.
Gerak tidak normal berdasarkan tonus otot
1)
Gerak tidak normal akibat hipotonus
Bila
tonus otot melemah atau otot dalam keadaan hipotonus maka akibatnya kekuatan
dan ketegangan otot menurun selama otot berkontraksi. Bahkan pada otot tidak
dirasakan – melalui perabaan – adanya kontraksi atau dirasakan otot bergerak
memendek/memanjang. Selain itu, gerakan sendi secara aktif oleh tubuh tidak
terasa pada perabaan sehingga seolah-olah tubuh atau bagian tubuh tidak dapat
bergerak sendiri.
Keadaan otot demikian menyebabkan tubuh
seperti boneka kain dan pada bayi sering disebut floppy infant (bayi seperti
boneka kain). Dengan demikian kelainan gerak akibat otot yang mengalami
kelainan hipotonus adalah gerak yang lambat, posisi tubuh yang tidak normal dan
tonus otot yang menurun. Lebih lanjut, pertumbuhan fisik dan perkembangan
kemampuan tubuh akan terhambat.
2)
Gerak tidak normal akibat hipertonus
Gerakan
yang ditimbulkan akibat hipertonus bermacam-macam. Di antaranya yang paling
mudah dikenal adalah hipertonus otot yang sangat kuat, terutama bila sendi
digerakkan secara cepat dan pada waktu sendi diluruskan secara cepat disebut
spastik otot. Akibat lebih lanjut dari otot spastik timbul gerak sendi tidak
normal. Cirinya gerakan sendi melipat secara cepat dan pada waktu sendi
diluruskan secara cepat dari posisi melipat akan tertahan. Sedangkan bila
diluruskan dengan perlahan-lahan masih ada tahanan dari otot hipertonus
tersebut.
Akibat hipertonus akan menyebabkan
kelainan fungsi gerak akibat gerak cepat pada taraf awal dan diikuti dengan
posisi perubahan gerak tidak normal. Keadaan ini tidak menguntungkan dilihat
dari segi fungsi pertumbuhan maupun perkembangan kemampuan tubuh. Oleh karena
itu, adanya kelainan otot hipertonusperlu diperhatikan dalam mengatasi masalah
optopedi anak tunadaksa.
b.
Gerak tidak normal akibat kelainan sifat pola gerak atau
kinematik
1)
Gerak tidak normal akibat hipokinematik
Hipokinematik
dapat timbul akibat kekuatan otot yang kurang atau lemah, sehingga tonus otot
kurang. Akibatnya adalah gerakan yang timbul menjadi lambat. Selain itu gerakan
hipokinematik dapat timbul akibat tonus otot yang berlebihan sedemikian rupa sehingga
gerakan sendi menjadi lambat akibat pertahanan otot yang berlebihan.
Sebagai contoh, anak yang mengalami
hipotonus akan mengalami gerakan yang lambat atau hipokinetik. Sedangkan pada
anak dengan otot yang spastik dimana tonus otot kuat gerakan akan lambat akibat
tahanan otot spastik tersebut. Keadaan ini terutama terjadi bila gerakan
dilakukan dengan cepat dan sendi diregangkan.
2)
Gerak tidak normal akibat hiperkinematik
Gerakan
ini dapat timbul dengan keadaan otot hipotonus maupun otot hipertonus. Gerakan
hiperkinematik dapat diketahui dengan melihat pola gerak yang bervariasi ke
segala arah. Variasi gerak akan menonjol baik pada jumlah maupun pada jenisnya.
Gerakan dengan banyak variasi maupun jumlahnya, baik yang terdapat pada gerak
tidak normal disebut gerak diskinesia. Pada gerak diskenesia akan ditemukan
gerakan spontan yang tidak normal dengan tipe bervariasi.
Kenyataan
tiap jenis gerak tidak timbul berdiri sendiri, tetapi timbul dengan kombinasi
gerak. Dalam prakteknya ada jenis gerak yang umumnya telah dikenal,
diantaranya:
a) Gerak chorea, yaitu
gerak cepat, mendadak, tidak disadari, dan tidak terkontrol.
b) Gerak athetosis, yaitu
gerakan yang tidak disadari, tidak terkontrol dan tidak terduga-duga, sehingga
tidak jelas tujuannya. Gerakannya lambat.
c)
Gerak distonia, yaitu
gerak lambat dari tubuh akibat tonus otot yang berlebihan (hipertonus). Gerakan
yang timbul tidak disadari dan bersifat lambat.
d) Gerak tremor, yaitu
gerak berirama dengan amplitudo kecil secara bergantian antara satu sisi otot
misalnya fleksor dengan lawannya ekstensor. Gerakan tidak disadari dan tidak
terkontrol.
e) Gerak ataxia, yaitu
gerakan gangguan keseimbangan, sehingga tubuh tampak tidak stabil pada satu
posisi yang diambil.
Dengan
demikian kelainan gerak akibat hiperkinematik umumnya akan menimbulkan gerak
tidak disadari, tidak terkontrol, tidak terduga, dan tujuannya tidak jelas,
sehingga fungsinya kurang sempurna.
3.
Berdasarkan Kelumpuhan Otot pada Anggota Gerak Atas (Tangan)
dan Angoota Gerak Bawah (Kaki)
a.
Kelumpuhan paraplegia
Kelumpuhan
paraplegia adalah kelumpuhan yang mengenai kedua anggota gerak bawah atau kaki.
Kebanyakan jenis kelumpuhan otot yang ada adalah otot spastik.
b.
Kelumpuhan diplegia
Kelumpuhan
diplegia adalah kelumpuhan yang mengenai keempat anggota gerak. Pertama yang
terkena adalah kaki dan biasanya terberat. Sedangkan kedua anggota atas atau
lengan lebih ringan.
c.
Kelumpuhan tetraplegia atau quadriplegia
Kelumpuhan
tetraplegia adalah kelumpuhan yang mengenai empat anggota gerak. Bila lebih
banyak terkena anggota gerak bawah atau kaki, maka kondisi ototnya adalah
spastik. Sebaliknya bila kondisi otot yang terkena lebih banyak anggota gerak
atas atau tangan, maka tipe gerak yang tidak normal adalah diskinesia.
d.
Kelumpuhan hemiplegia
Keadaan
kelumpuhan hemiplegia adalah kelumpuhan yang mengenai setengah badan. Apabila
yang terkena paling berat anggota gerak atas, maka biasanya kondisi otot
tersebut adalah spastik.
Apabila
hemiplegia ini terjadi secara dini atau merupakan cacat lahir, maka akan
terlihat pertumbuhan tulang terhambat sehingga tangan pendek dan otot kecil
atau atropi. Sedangkan pertumbuhan kaki tidak begitu tertinggal dibandingkan
dengan pertumbuhan tangan sisi yang sama. Adanya tanda perbedaan panjang tangan
merupakan tanda utama adanya kelumpuhan pada masa bayi (infantil).
e.
Kelumpuhan tiga anggota gerak atau triplegia
Kelumpuhan tiga
anggota gerak atau triplegia adalah kelumpuhan yang terdiri dari dua kaki atau
anggota gerak bawah dan satu tangan. Sebenarnya keadaan ini merupakan gabungan
dari kondisi paraplegia dan hemiplegia atau merupakan keadaan kelumpuhan
tetraplegia yang tidak komplit.
f.
Kelumpuhan satu anggota gerak atau monoplegia
Kelumpuhan satu
anggota gerak atau monoplegia biasanya jarang dan sering hanya mengenai satu
kaki satu kaki dan ototnya spastik. Biasanya keadaan monoplegia seperti
kelumpuhan hemiplegia atau paraplegia ringan.
g.
Kelumpuhan seluruh anggota gerak disebut double hemiplegia
Kelumpuhan
double hemiplegia adalah kelumpuhan dua kali hemiplegia atau dua kali lumpuh
sebelah badan. Tanda utama dari sifat lumpuh ini adalah tangan lebih berat
terkena lumpuh dan kondisi ototnya adalah spastik. Hal yang sebaliknya terjadi
pada lumpuh quadriplegia dimana kaki lebih banyak terkena dan otot tangan
normal dengan gerak yang timbul adalah atetoid.
4.
Berdasarkan Derajat Kelainan Gerak yang
Timbul
a.
Derajat ringan atau mild
Tanda-tanda
gangguan fungsi anak tunadaksa derajat ringan:
1)
Mampu ambulasi jalan
tanpa bantuan.
2)
Mampu melaksanakan
kegiatan sehari-hari seperti makan, minum, dan berpakaian tanpa bantuan atau
hanya dengan diawasi.
3)
Mampu berkomunikasi
dengan baik menggunakan bahasa lisan.
b.
Derajat moderate
Tanda-tanda
anak tunadaksa dengan gangguan fungsi moderate adalah:
1) Adanya hambatan dalam
mobilisasi dan memelihara diri sendiri sehingga perlu bantuan minimal.
2)
Mulai ada hambatan
komunikasi
c.
Derajat berat (severe)
1) Adanya hambatan
mobilisasi sedemikian rupa sehingga anak hanya tinggal di tempat tidur atau
memakai kursi roda.
2) Perlunya bantuan penuh
dalam pelaksanaan kegiatan memelihata diri sendiri terutama makan, minum,
mandi, dan berpakaian.
3)
Adanya hambatan
komunikasi, anak susah untuk menyampaikan kehendaknya atau anak tidak mampu
menerima perintah.
5.
Kelainan Alat Gerak
Kelainan alat
gerak adalah kelainan komponen alat gerak yang terdiri dari otot, tulang,
sendi, saraf, serta pembuluh dan kelainan pola gerak akibat kelainan dari
komponen tersebut.
a.
Kelainan alat gerak bersifat lokal
1)
Komponen gerak otot
Pada anak
tunadaksa otot akan mengalami perubahan. Perubahan otot dapat diakibatkan
istirahat yang lama, kurang bergerak, dan terlalu banyak digerakkan selama
latihan. Akibat yang dapat terjadi otot dapat mengalami atropi atau dapat
mengalami distropi.
2)
Komponen gerak tulang
dan sendi
Tulang dan
sendi akan mengalami kelainan bila sendi tidak digerakkan atau digerakkan
secara berlebihan sehingga menyebabkan trauma rudapaksa pada sendi. Adapun
kelainan sendi dan tulang yang sering timbul yaitu:
a) Tulang menjadi kaku
sehingga susah digerakkan dan bila digerakkan terasa sakit.
b) Sendi membengkak
karena infeksi, trauma ruda paksa, atau inflamasi / peradangan, dan reumatik.
c) Osteoporosis
d) Kelainan dalam sendi,
seperti patah tulang, robekan tulang rawan, atau kelainan robeknya urat di
sekitar sendi.
b.
Kelainan alat gerak bersifat sistimitis (menyeluruh)
Kelainan
alat gerak bersifat sistimitis adalah kelainan alat gerak secara menyeluruh dan
berhubungan dengan fungsi tubuh secara keseluruhan. Sebagai penyebab di
antaranya adalah penyakit atau kelainan bawaan.
c.
Kelainan alat gerak akibat cerebral palsy
Gangguan alat
gerak akibat cerebral palsy antara lain:
1) Adanya otot yang lemah
atau flaksid dan menghambat gerakan aktif dan fungsi tubuh secara keseluruhan.
2) Adanya otot spastik
secara lokal akan menyebabkan sendi susah digerakkan dan sendi akan menjadi
kaku dan kontraktur serta deformitas.
3) Adanya spastik otot
secara keseluruhan akan menghambat fungsi tubuh untuk mobilisasi, berguling,
merangkak, duduk stabil, berdiri stabil, dan kontrol postur serta berjalan.
4) Adanya otot flaksid
dan spastik akan menghambat fungsi tangan untuk kegiatan sehari-hari seperti
makan, minum, madi, dan bepakaian, bahkan untuk belajar.
d.
Kelainan alat gerak akibat penyakit polio
Akan terjadi
kelainan akibat polio antara lain sebagai berikut.
1)
Pada kaki, timbul
kelainan otot kecil sehingga pola jalan terganggu, akibat kaki dan tangan
menjadi pendek.
2)
Kelainan sendi lutut
yang melipat, pergelangan kaki yang jinjit atau melipat ke luar dan ke dalam.
3)
Kelainan pada tulang
belakang sedemikian rupa sehingga badan menjadi bungkuk dan bahu menjadi tinggi
sebelah (skoliosis).
e.
Kelainan alat gerak akibat penyakit otot muscular distropi
1)
Adanya otot distropi
sehingga kekuatan otot menurun dan gerakan sendi atau tubuh akan menjadi
lambat.
2)
Gangguan gerak sendi
akibat sendi menjadi kaku atau kontraktur.
3)
Gangguan mobilisasi
mulai berguling, merangkak, duduk, berdiri, dan jalan.
4)
Bila terjadi kelainan
pada tangan maka fungsi akan menurun.
f.
Kelainan alat gerak akibat cacat bawaan atau diperoleh
Cacat bawaan
atau diperoleh akan menyebabkan tidak sempurnanya alat gerak, baik anggota gerak
atas maupun bawah. Kelainan anggota gerak bawaan sudah ada sejak lahir.
Sedangkan kelainan gerak diperoleh merupakan akibat tindakan operasi amputasi.
Daftar Pustaka
Muslim, Toha.
1995. Ortopedi dalam Pendidikan Anak
Tunadaksa. Jakarta: Depdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar