A. Deskripsi
Pendidikan Anak Tunadaksa
Pendidikan
bagi anak tunadaksa merupakan kebutuhan primer sebagaimana kebutuhan makan,
minum, udara, dan pakaian. Dikatakan sebagai kebutuhan primer karena hal
tersebut perlu dan harus diberikan kepada anak-anak tunadaksa tanpa
mengecualikan derajat kecacatannya.
Tujuan pendidikan anak
tunadaksa bersifat ganda (dual purpose),
yaitu berhubungan dengan aspek rehabilitasi pemulihan dan pengembangan fungsi
fisik, dan yang berkaitan dengan pendidikan.
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan
anak tunadaksa adalah pemahaman diri anak (self
understanding). Anak yang memahami akan dirinya , yang meliputi kemampuan
yang dimiliki kelemahan-kelemahan yang melekat pada dirinya akan lebih mudah
membantu perkembangan diri anak.
B. Prinsip Dalam
Pelaksanaan Pembelajaran dan Pendidikan Anak Tunadaksa
Prinsip
dasar Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Beberapa prinsip dasar dalam
layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada umumnya yang perlu
diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Prinsip
dasar
Prinsip dasar tersebut
menurut Musjafak Assjari (1995) adalah sebagai berikut :
a. Keseluruhan anak (all the children)
Layanan pendidikan pada
anak berkebutuhan khusus harus didasarkan pada pemberian kesempatan bagi
seluruh anak berkebutuhan khusus dari berbagai derajat ragam dan bentuk
kecacatan yang ada. Dengan layanan
pendidikan diharapkan anak dapat mengembangkan potensi anak yang dimilkinya
seoptimal mungkin sehingga ia dapat mencapai hidup bahagia sesuai dengan
kecacatanya.
Konsekuensi dari ini ,
guru seyogyanya bersifat kreatif. Guru dituntut mencari berbagai pendekatan pembelajaran
yang cocok bagi anak. Pendekatan tersebut disesuaikan dengan keunikan dan
karakteristik dari masing-masing kecacatan.
b. Kenyataan (reality)
Pengungkapan tentang
kemampuan fisik dan psikologis pada masing-masing anak berkebutuhan khusus mutlak
dilakukan. Hal ini penting, mengingat melalui tahapan tersebut pelaksanaan
pendidikan maupun pelaksanaan rehabilitasi dapat memberikan layanan yang sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing anak berkebutuhan khusus.
c. Program yang dinamis (a dynamic program)
Pendidikan dikatakan
dinamis karena yang menjadi subyek pendidikan
adalah manusia yang sedang tumbuh dan berkembang, yang didalamnya
terdapat proses yang bergradasi, berkesinambungan untuk mencapai sasaran
pendidikan. Dinamika dalam proses pendidikan terjadi karena subyeknya selalu
berkembang dan adanya perkembangan ilmu pengetahuan . kedua kenyataan ini
menuntut guru untuk mengkaji teori-teori pendidikan yang berkembang setiap
saat.
d. Kesempatan yang sama (equality of opportunity)
Pada dasarnya anak
berkebutuhan khusus diberikan kesempatan yang sama untuk mengembangkan
potensinya tanpa memprioritaskan jenis jenis kecacatan yang dialaminya. Titik
perhatian pengembangan yang utama pada anak berkebutuhan khusus adalah optimalisasi potensi yang dimiliki
masing masing anak melalui jenjang pendidikan yang ditempuhnya. Hal hal
yangbersifat teknis berkaitan dengan sarana dan prasarana sekolah disesuaikan
dengan kenyataan yang ada. Kesempatan yang
sama dalam memperoleh pendidikan menuntut penyelenggara pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus untuk menyediakan dan mengusahakan sarana dan prasarana
pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak
dan variasi kecacatannya.
e. Kerjasama (cooperative)
Pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus tidak akan berhasil mengembangkan potensi mereka manakala
tidak melibatkan pihak-pihak yang terkait. Beberapa pihak yang terkait adalah
orang tua, selain itu pihak yang terkait adalah dokter, psikolog, psikhiater,
pekerja social, ahli terapi okupasi, dan ahli fisioterapi, konselor, dan tokooh
masyarakat utamanya mempunyai perhatian dalam dunia pendidikan.
Selain
kelima prinsip tersebut, ada prinsip lain yang perlu diperhatikan dalam
penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Prinsip-prinsip umum tersebut
adalah (Suparno, dkk. t.t):
a) Prinsip kasih sayang
Sebagai manusia, anak
berkebutuhan khusus membutuhkan kasih sayang dan bukan belas kasihan. Kasih
sayang yang dimaksudkan merupakan wujud penghargaan bahwa sebagai manusia
mereka memiliki kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan diakui bahwa mereka
adalah sama seperti anak-anak yang lain. Untuk itu, guru seharusnya mampu
menggantikan kedudukan orang tua untuk memberikan perasaan kasih sayang kepada
anak. Wujud pemberian kasih sayang dapat berupa sapaan, pemberian tugas sesuai
dengan kemampuan anak, menghargai dan mengakui keberadaan anak.
b) Prinsip keperagaan
Anak berkebutuhan
khusus ada yang memiliki kecerdasan jauh dibawah rata-rata, akibatnya mereka
mengalami kesulitan dalam menangkap informasi, keterbatasan daya tangkap yang
konkret , mengalami kesulitan dalam menangkap hal-hal yang abstrak. Untuk itu,
guru dalam membelajarkan anak hendaknya menggunakan alat-alat peraga yang
memadai agar anak terbantu dalam menangkap pesan. Alat peraga hendaknya
disesuaikan dengan bahan, suasana , dan perkembangan anak.
c) Keterpaduan dan keserasian
Dalam proses
pembelajaran, ranak kognisi sering memperoleh sentuhan yang lebih banyak,
sementara ranah afeksi dan psikomotor kadang terlupakan. Akibat yang terjadi
dalam proses pembelajaran seperti ini terjadi kepincangan dan ketidakutuhan
dalam memperoleh makna dari apa yang dipelajari.
Pendidikan berfungsi
untuk membentukdan mengembangkan keutuhan kepribadian. Salah satu bentuk keutuhan
kepribadian adalah terwujudnya budi pekerti luhur. Penanaman budi pekerti luhur
pada subyek didik mustahil terwujud bila hanya dengan penanaman aspek kognitif
saja, melainkan aspek afeksi dan aspek psikomotor juga. Untuk itu,guru
seyogyanya menciptakan media yang tepat untuk mangambangkan ketiga aspek/ranah
tersebut.
d) Pengembangan minat dan bakat
Proses pembalajaran
pada anak berkebutuhan khusus pada dasarnya mengembangkan minat dan bakat
mereka. Minat dan bakat masing-masing subyek didik berbeda, baik dalam
kuantitas maupun kualitasnya. Tugas guru dan orang tua adalah mengembangkan
minat dan bakat yang terdapat pada diri anak masing-masing. Hal ini dilakukan
karena, minat dan bakat seseorang dapat memberikan sumbangan dalam pencapaian
keberhasilan. Oleh karena itu, proses pembelajaran pada anak berkebutuhan
khusus hendaknya didasarkan pada minat dan bakat yang mereka miliki.
e) Kemampuan anak
Heterogenitas mewarnai
kelas-kelas pendidikan pada anak berkebutuhan khusus, akibatnya masing-masing
subjek didik peru memperoleh perhatian dan layanan yang sesuai dengan
kemampuannya. Kemampuan yang dimaksud meliputi keunggulan-keunggulan apa yang
ada pada diri anak, dan juga aspek kelemahan-kelemahannya. Proses pendidikan
yangberdasar pada kemampuan anak akan lebih terarah ketimbang yang berdasar
bukan pada kemampuan anak, seperti keinginan orangtua atau tuntutan paket
kurikulum. Orangtua memang memiliki anaknya, tetapi seringkali terjadi orangtua
kurang dan tidak mengetahui kemampuan anaknya. Oleh karena itu, sebelum dan
selama proses pendidikan orangtua perlu disertakan dalam proses pendidikan
anaknya, sehingga kemampuan dan perkembangannya dapat diikutinya. Selain itu,
guru harus ammpu menterjemahkan tuntutan kurikulum terhadap heterogenitas kemampuan
masing-masing subjek didik.
f) Model
Guru merupakan model
bagi subjek didiknya. Perilaku guru akan ditiru oleh anak didiknya. Oleh karena
itu, guru perlu merancang secermat mungkin pembelajaran agar model yang
ditampilkannya oleh guru dapat ditiru oleh anak.
Di sekolah, anak-anak
lebih percaya pada guru-gurunya daripada orangtuanya. Hal ini terjadi karena
dunia anak telah pindah dari lingkungan keluarga ke lingkungan baru, yaitu
sekolah. Kepercayaan anak terhadap orang-orang yang ada di sekolah perlu
dimanfaatkan dalam proses pendidikan. Pemanfaatan tersebut berupa pemberian
contoh atau model yang secara sadar atau tidak sadar membentuk pribadi dan
perilaku subjek didik. Karena guru menjadi pusat perhatian model anak, maka
penataan dirinya perlu didahulukan, mulai dari cara berpakaian, bertutur kata,
berdiri dikelas atau diluar kelas.
g) Pembiasaan
Penanaman pembiasaan
pada anak normal lebih mudah bila dibarengi dengan informasi pendukungnya. Hal
ini tidak mudah bagi anak berkebutuhan khusus. Pembiasaan bagi anak
berkebutuhan khusus membutuhkan penjelasan yang lebih konkret dan
berulang-ulang. Hal ini dilakukan karena keterbatasan indera yang dimiliki oleh
anak berkebutuhan khusus dan proses berpikirnya yang kadang lambat. Untuk itu, pembiasaan
pada anak berkebutuhan khusus harus dilakukan secara berulang-ulang dan
diiringi dengan contoh yang konkret.
h) Latihan
Latihan merupakan cara
yang sering ditempuh dalam pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Latihan
sering dilakukan bersamaan dengan pembentukan pembiasaan. Porsi latihan yang
diberikan kepada anak berkebutuhan khusus disesuaikan dengan kemampuan yang
dimilikinya. Pemahaman akan kemampuan anak dalam memberikan latihan pada diri
subjek didik akan membantu penguasaan keterampilan yang telah dirancangkan
lebih dahulu. Latihan yang diberikan tidak melebihi kemampuan anak, sehingga
anak senang melakukan kegiatan yang telah diprogramkan oleh pengelola
pendidikan.
i) Pengulangan
Karakteristik umum anak
berkebutuhan khusus adalah mudah lupa. Oleh karena itu, pengulangan dalam
memberikan informasi perlu memperoleh perhatian tersendiri. Pengulangan
diperlukan untuk memperjelas informasi dan kegiatan yang harus dilakukan anak.
Meskipun hal ini sering menjemukan, tetapi kenyataan mereka memerlukan demi
penguasaan suatu informasi yang utuh.
j) Penguatan
Penguatan atau
reinforcement merupakan tuntutan untuk membentuk perilaku pada anak. Pemberian
penguatan yang tepat berupa pujian, atau penghargaan yang lain terhadap munculnya
perilaku yang dikehendaki pada anak akan membantu terbentuknya perilaku. Pujian
yang diberikan padanya akan memiliki arti tersendiri dalam pencapaian usaha
keberhasilan. Secara psikologis akan memberikan penghargaan pada diri subjek
didik, bahwa dirinya mampu berbuat. Penghargaan ini akan memberikan motivasi
pada diri mereka. Bila ini terjadi, anak akan berusaha untuk menampilkan
prestasi lain.
Prinsip khusus
a. Prinsip Multisensori
Multisensori
berarti “banyak indera”, maksudnya dalam proses pendidikan pada anak-anak
tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan indera-indera yang ada
dalam diri anak.
Kenyataan
yang terdapat pada anak-anak tunadaksa sering dijumpai melalui gangguan indera,
dengan demikian kesemua indera tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga
rangsang pendidikan yang diterimakan melalui indera-indera tersebut lewat
begitu saja. Dengan pendekatan multisensori, kelemahan pada indera-indera yang
ada diusahakan untuk memfungsikan indera-indera lain yng masih dapat berfungsi.
b. Prinsip Individualisasi
Penanganan
pendidikan pada anak tunadaksa perlu memperhatikan prinsip individualisasi,
artinya kemampuan masing-masing diri individu lebih dijadikan titik tolak dalam
memberikan pendidikan pada mereka.
Pengertian
individualisasi sering dikacaukan dengan layanan secara individual.
Individualisasi mengandung arti bahwa titik tolak layanan pendidikan adalah
kemampuan anak-anak secara individu. Dengan demikian model layanan yang
diberikan dengan pendekatan individualisasi ini dapat membentuk individual dan
klasikal. Model klasikan ini terjadi karena memberikan layanan pada sekelompok
individu yang cenderung memiliki kemampuan yang hampir sama, dan bahan
pelajaran yang diberikan pada masing-masing anak sesuai dengan kemampuan mereka
masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar