Sabtu, 06 Desember 2014

Pendidikan Bagi Anak Tunadaksa

A. Deskripsi Pendidikan Anak Tunadaksa
Pendidikan bagi anak tunadaksa merupakan kebutuhan primer sebagaimana kebutuhan makan, minum, udara, dan pakaian. Dikatakan sebagai kebutuhan primer karena hal tersebut perlu dan harus diberikan kepada anak-anak tunadaksa tanpa mengecualikan derajat kecacatannya.
Tujuan pendidikan anak tunadaksa bersifat ganda (dual purpose), yaitu berhubungan dengan aspek rehabilitasi pemulihan dan pengembangan fungsi fisik, dan yang berkaitan dengan pendidikan.  
Salah satu aspek  yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan anak tunadaksa adalah pemahaman diri anak (self understanding). Anak yang memahami akan dirinya , yang meliputi kemampuan yang dimiliki kelemahan-kelemahan yang melekat pada dirinya akan lebih mudah membantu perkembangan diri anak.

B. Prinsip Dalam Pelaksanaan Pembelajaran dan Pendidikan Anak Tunadaksa
Prinsip dasar Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Beberapa prinsip dasar dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada umumnya yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan.

Prinsip dasar
Prinsip dasar tersebut menurut Musjafak Assjari (1995) adalah sebagai berikut :
a.    Keseluruhan anak (all the children)
Layanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus harus didasarkan pada pemberian kesempatan bagi seluruh anak berkebutuhan khusus dari berbagai derajat ragam dan bentuk kecacatan yang ada.  Dengan layanan pendidikan diharapkan anak dapat mengembangkan potensi anak yang dimilkinya seoptimal mungkin sehingga ia dapat mencapai hidup bahagia sesuai dengan kecacatanya.
  
Konsekuensi dari ini , guru seyogyanya bersifat kreatif. Guru dituntut mencari berbagai pendekatan pembelajaran yang cocok bagi anak. Pendekatan tersebut disesuaikan dengan keunikan dan karakteristik dari masing-masing kecacatan.

b.    Kenyataan (reality)
Pengungkapan tentang kemampuan fisik dan psikologis pada masing-masing anak berkebutuhan khusus mutlak dilakukan. Hal ini penting, mengingat melalui tahapan tersebut pelaksanaan pendidikan maupun pelaksanaan rehabilitasi dapat memberikan layanan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing anak berkebutuhan khusus.

c.    Program yang dinamis (a dynamic program)
Pendidikan dikatakan dinamis karena yang menjadi subyek pendidikan  adalah manusia yang sedang tumbuh dan berkembang, yang didalamnya terdapat proses yang bergradasi, berkesinambungan untuk mencapai sasaran pendidikan. Dinamika dalam proses pendidikan terjadi karena subyeknya selalu berkembang dan adanya perkembangan ilmu pengetahuan . kedua kenyataan ini menuntut guru untuk mengkaji teori-teori pendidikan yang berkembang setiap saat.

d.   Kesempatan yang sama (equality of opportunity)
Pada dasarnya anak berkebutuhan khusus diberikan kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya tanpa memprioritaskan jenis jenis kecacatan yang dialaminya. Titik perhatian pengembangan yang utama pada anak berkebutuhan khusus  adalah optimalisasi potensi yang dimiliki masing masing anak melalui jenjang pendidikan yang ditempuhnya. Hal hal yangbersifat teknis berkaitan dengan sarana dan prasarana sekolah disesuaikan dengan  kenyataan yang ada. Kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan menuntut penyelenggara pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus untuk menyediakan dan mengusahakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak  dan variasi kecacatannya.

e.    Kerjasama (cooperative)
Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tidak akan berhasil mengembangkan potensi mereka manakala tidak melibatkan pihak-pihak yang terkait. Beberapa pihak yang terkait adalah orang tua, selain itu pihak yang terkait adalah dokter, psikolog, psikhiater, pekerja social, ahli terapi okupasi, dan ahli fisioterapi, konselor, dan tokooh masyarakat utamanya mempunyai perhatian dalam dunia pendidikan.

Selain kelima prinsip tersebut, ada prinsip lain yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Prinsip-prinsip umum tersebut adalah (Suparno, dkk. t.t):

a)  Prinsip kasih sayang
Sebagai manusia, anak berkebutuhan khusus membutuhkan kasih sayang dan bukan belas kasihan. Kasih sayang yang dimaksudkan merupakan wujud penghargaan bahwa sebagai manusia mereka memiliki kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan diakui bahwa mereka adalah sama seperti anak-anak yang lain. Untuk itu, guru seharusnya mampu menggantikan kedudukan orang tua untuk memberikan perasaan kasih sayang kepada anak. Wujud pemberian kasih sayang dapat berupa sapaan, pemberian tugas sesuai dengan kemampuan anak, menghargai dan mengakui keberadaan anak.

b)  Prinsip keperagaan
Anak berkebutuhan khusus ada yang memiliki kecerdasan jauh dibawah rata-rata, akibatnya mereka mengalami kesulitan dalam menangkap informasi, keterbatasan daya tangkap yang konkret , mengalami kesulitan dalam menangkap hal-hal yang abstrak. Untuk itu, guru dalam membelajarkan anak hendaknya menggunakan alat-alat peraga yang memadai agar anak terbantu dalam menangkap pesan. Alat peraga hendaknya disesuaikan dengan bahan, suasana , dan perkembangan anak.

c)  Keterpaduan dan keserasian
Dalam proses pembelajaran, ranak kognisi sering memperoleh sentuhan yang lebih banyak, sementara ranah afeksi dan psikomotor kadang terlupakan. Akibat yang terjadi dalam proses pembelajaran seperti ini terjadi kepincangan dan ketidakutuhan dalam memperoleh makna dari apa yang dipelajari.
Pendidikan berfungsi untuk membentukdan mengembangkan keutuhan kepribadian. Salah satu bentuk keutuhan kepribadian adalah terwujudnya budi pekerti luhur. Penanaman budi pekerti luhur pada subyek didik mustahil terwujud bila hanya dengan penanaman aspek kognitif saja, melainkan aspek afeksi dan aspek psikomotor juga. Untuk itu,guru seyogyanya menciptakan media yang tepat untuk mangambangkan ketiga aspek/ranah tersebut.

d)  Pengembangan minat dan bakat
Proses pembalajaran pada anak berkebutuhan khusus pada dasarnya mengembangkan minat dan bakat mereka. Minat dan bakat masing-masing subyek didik berbeda, baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Tugas guru dan orang tua adalah mengembangkan minat dan bakat yang terdapat pada diri anak masing-masing. Hal ini dilakukan karena, minat dan bakat seseorang dapat memberikan sumbangan dalam pencapaian keberhasilan. Oleh karena itu, proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus hendaknya didasarkan pada minat dan bakat yang mereka miliki.

e)  Kemampuan anak
Heterogenitas mewarnai kelas-kelas pendidikan pada anak berkebutuhan khusus, akibatnya masing-masing subjek didik peru memperoleh perhatian dan layanan yang sesuai dengan kemampuannya. Kemampuan yang dimaksud meliputi keunggulan-keunggulan apa yang ada pada diri anak, dan juga aspek kelemahan-kelemahannya. Proses pendidikan yangberdasar pada kemampuan anak akan lebih terarah ketimbang yang berdasar bukan pada kemampuan anak, seperti keinginan orangtua atau tuntutan paket kurikulum. Orangtua memang memiliki anaknya, tetapi seringkali terjadi orangtua kurang dan tidak mengetahui kemampuan anaknya. Oleh karena itu, sebelum dan selama proses pendidikan orangtua perlu disertakan dalam proses pendidikan anaknya, sehingga kemampuan dan perkembangannya dapat diikutinya. Selain itu, guru harus ammpu menterjemahkan tuntutan kurikulum terhadap heterogenitas kemampuan masing-masing subjek didik.

f)  Model
Guru merupakan model bagi subjek didiknya. Perilaku guru akan ditiru oleh anak didiknya. Oleh karena itu, guru perlu merancang secermat mungkin pembelajaran agar model yang ditampilkannya oleh guru dapat ditiru oleh anak.
Di sekolah, anak-anak lebih percaya pada guru-gurunya daripada orangtuanya. Hal ini terjadi karena dunia anak telah pindah dari lingkungan keluarga ke lingkungan baru, yaitu sekolah. Kepercayaan anak terhadap orang-orang yang ada di sekolah perlu dimanfaatkan dalam proses pendidikan. Pemanfaatan tersebut berupa pemberian contoh atau model yang secara sadar atau tidak sadar membentuk pribadi dan perilaku subjek didik. Karena guru menjadi pusat perhatian model anak, maka penataan dirinya perlu didahulukan, mulai dari cara berpakaian, bertutur kata, berdiri dikelas atau diluar kelas.

g)  Pembiasaan
Penanaman pembiasaan pada anak normal lebih mudah bila dibarengi dengan informasi pendukungnya. Hal ini tidak mudah bagi anak berkebutuhan khusus. Pembiasaan bagi anak berkebutuhan khusus membutuhkan penjelasan yang lebih konkret dan berulang-ulang. Hal ini dilakukan karena keterbatasan indera yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus dan proses berpikirnya yang kadang lambat. Untuk itu, pembiasaan pada anak berkebutuhan khusus harus dilakukan secara berulang-ulang dan diiringi dengan contoh yang konkret.

h)  Latihan
Latihan merupakan cara yang sering ditempuh dalam pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Latihan sering dilakukan bersamaan dengan pembentukan pembiasaan. Porsi latihan yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya. Pemahaman akan kemampuan anak dalam memberikan latihan pada diri subjek didik akan membantu penguasaan keterampilan yang telah dirancangkan lebih dahulu. Latihan yang diberikan tidak melebihi kemampuan anak, sehingga anak senang melakukan kegiatan yang telah diprogramkan oleh pengelola pendidikan.

i)  Pengulangan
Karakteristik umum anak berkebutuhan khusus adalah mudah lupa. Oleh karena itu, pengulangan dalam memberikan informasi perlu memperoleh perhatian tersendiri. Pengulangan diperlukan untuk memperjelas informasi dan kegiatan yang harus dilakukan anak. Meskipun hal ini sering menjemukan, tetapi kenyataan mereka memerlukan demi penguasaan suatu informasi yang utuh.

j)  Penguatan
Penguatan atau reinforcement merupakan tuntutan untuk membentuk perilaku pada anak. Pemberian penguatan yang tepat berupa pujian, atau penghargaan yang lain terhadap munculnya perilaku yang dikehendaki pada anak akan membantu terbentuknya perilaku. Pujian yang diberikan padanya akan memiliki arti tersendiri dalam pencapaian usaha keberhasilan. Secara psikologis akan memberikan penghargaan pada diri subjek didik, bahwa dirinya mampu berbuat. Penghargaan ini akan memberikan motivasi pada diri mereka. Bila ini terjadi, anak akan berusaha untuk menampilkan prestasi lain.

Prinsip khusus
a.  Prinsip Multisensori
Multisensori berarti “banyak indera”, maksudnya dalam proses pendidikan pada anak-anak tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan indera-indera yang ada dalam diri anak.
Kenyataan yang terdapat pada anak-anak tunadaksa sering dijumpai melalui gangguan indera, dengan demikian kesemua indera tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga rangsang pendidikan yang diterimakan melalui indera-indera tersebut lewat begitu saja. Dengan pendekatan multisensori, kelemahan pada indera-indera yang ada diusahakan untuk memfungsikan indera-indera lain yng masih dapat berfungsi.

b.  Prinsip Individualisasi
Penanganan pendidikan pada anak tunadaksa perlu memperhatikan prinsip individualisasi, artinya kemampuan masing-masing diri individu lebih dijadikan titik tolak dalam memberikan pendidikan pada mereka.
Pengertian individualisasi sering dikacaukan dengan layanan secara individual. Individualisasi mengandung arti bahwa titik tolak layanan pendidikan adalah kemampuan anak-anak secara individu. Dengan demikian model layanan yang diberikan dengan pendekatan individualisasi ini dapat membentuk individual dan klasikal. Model klasikan ini terjadi karena memberikan layanan pada sekelompok individu yang cenderung memiliki kemampuan yang hampir sama, dan bahan pelajaran yang diberikan pada masing-masing anak sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar