BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang Masalah
Keperibadian
lahir dari sebuah ilmu psikologi pada akhir abad 18, kepribadian selalu menjadi
salah satu topik bahasan penting. Perilaku manusia dapat diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang
secara prinsipil dapat dibedakan dengan manusia lainnya. Sedangkan perilaku itu
sendiri dapat diartikan sebagai suatu bentuk respon dengan stimulus yang timbul
dan manusia merupakan gabungan dari jiwa dan raga yang memiliki sifat-sifat
tertentu dan unik. Menurut Beerlins, 1951:43 manusia adalah makhluk yang serba
terhubung dengan masyarakat, lingkungan dirinya sendiri dan tuhan. Pada
dasarnya perilaku manusia dapat terbentuk akibat adanya stimulus yang
diberikan, stimulus yang datang akan direspon dalam bentuk perilaku yang
ditunjukan, perilaku itu sendiri dapat berbentuk positif atau negatif
tergantung pada stimulus yang datang. Perilaku negatif dapat diartikan sebagai
ganggua kepribadian atau tingkah laku.
Gangguan
kepribadian menurut Rusdi Malim (1998) yang merujuk pada PPGDJ-III (Pedoman
Penggolongan diagnose Gangguan Jiwa III) adalah paranoid, schizoid, emosional
tak stabil tipe implusif dan ambang, historic, anankastik, cemas (menghindar),
dependen, khas lainnya yang tidak tergolongkan. Gangguan Kepribadian adalah istilah
umum untuk suatu jenis penyakit mental di mana cara berpikir, memahami situasi,
dan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi.
Sedangkan
gangguan kepribadian menurut Kaplan dan Saddock adalah suatu varian dari sifat
karakter tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang.
Hanya jika sifat kepribadian tidak fleksibel dan maladaptif dan dapat
menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan subyektif maka
dimasukkan sebagai kelas gangguan kepribadian.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih rinci tentang
gangguan kepribadian dan tingkahlaku serta terapi untuk gangguan tersebut.
II. Rumusan Masalah
2.1
Apa pengertian dari Gangguan
Kepribadian dan Tingkah Laku ?
2.2
Apa ciri-ciri Gangguan Kepribadian
dan Tingkah Laku ?
2.3
Apa faktor penyebab Gangguan
Kepribadian dan Tingkah Laku ?
2.4
Sebutkan klasifikasi/jenis Gangguan
Kepribadian dan Tingkah Laku?
2.5
Sebutkan dan jelaskan dampak
Gangguan kepribadian dan Tingkah Laku ?
2.6
Bagaimana Terapi Gangguan
Kepribadiam dan Tingkah Laku ?
III. Tujuan Penulisan
· Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran yang nyata tentang apa
itu Gangguan Kepribadian.
·
Tujuan Khusus
1.
Mengetahui tentang pengertian Gangguan
Kepribadian dan Tingkah Laku.
2.
Memberi informasi tentang ciri-ciri
Gangguan Kepribadian dan Tingkah Laku .
3.
Mengetahui faktor penyebab Gangguan
Kepribadian dan Tingkah Laku.
4.
Mengetahui Klasifikasi/jenis
Gangguan Kepribadian dan Tingkah Laku.
5.
Mengetahui dampak Gangguan
Kepribadian dan Tingkah Laku.
6.
Mengetahui terapi Gangguan
Kepribadian dan Tingkah Laku.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Gangguan Kepribadia dan Tingkah Laku
Pengertian Gangguan
Kepribadian Menurut beberapa ahli :
a. Koswara
(1991) dalam pengertian sehari-hari kepribadian adalah bagaimana individu
menampilkan dan menimbulkan kesan bagi individu lain.
b. Maramis
(1999) kepribadian adalah keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang
sering digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus
terhadap hidupnya.
c. Rusdi Malim
(1998) yang merujuk pada PPGDJ-III (Pedoman Penggolongan diagnose Gangguan Jiwa
III) adalah paranoid, schizoid, emosional tak stabil tipe implusif dan ambang,
historic, anankastik, cemas (menghindar), dependen, khas lainnya yang tidak
tergolongkan. Gangguan
Kepribadian adalah istilah umum untuk suatu jenis penyakit mental di mana cara
berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi.
d. Kaplan dan
Saddock adalah suatu varian dari sifat karakter tersebut yang diluar rentang
yang ditemukan pada sebagian besar orang. Kaplan dan Saddock mendefinisikan
kepribadian sebagai totalitas sifat emosional dan perilaku yang menandai
kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi yang biasanya, kepribadian
relatif stabil dan dapat diramalkan.
Gangguan kepribadian pada
umumnya ditandai oleh masalah-masalah dimana individu secara tipikal mengalami
kesukaran dalam melaksanakan kehidupan dengan orang lain sebagaimana yang ia
kehendaki. Orang yang mengalami gangguan kepribadian ini melihat orang lain
sebagai hal yang membingungkan, tidak jelas dan tidak dapat diduga. Dan begitu
pula sebaliknya, ia akan melakukan tindakan sosial
secara membingungkan.
2.2
Ciri-ciri Gangguan kepribadian dan Tingkah Laku
Penderita gangguan ini
memiliki ciri-ciri (Supratiknya : 1995) sebagai berikut :
1. Hubungan pribadinya dengan orang lain terganggu, dalam arti sikap dan
perilakunya cenderung merugikan orang lain.
2. Memandang bahwa semua kesulitannya disebabkan oleh nasib buruk atau perbuatan jahat orang lain. Dengan
kata lain, penderita gangguan ini tidak memiliki rasa bersalah.
3. Tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap orang lain.
4. Bersikap manipulatif atau senang mengakali, mementingkan diri, tidak punya
rasa bersalah dan tidak mengenal rasa sesal bila mencelakakan orang lain.
5. Celakanya, orang ini tidak pernah dapat melepaskan diri dari pola tingkah
lakunya yang maladaptif itu.
6. Selalu menghindari tanggung jawab atas masalah-masalah yang mereka
timbulkan.
Adapun yang tercantum di dalam PPDGJ bahwa seseorang yang didiagnosa
gangguan kepribadian harus memenuhi kriteria dari bebarapa pedoman diagnostik
sebagai berikut :
1. Disharmoni sikap dan perilaku yang cukup berat, biasanya meliputi beberapa
bidang fungsi misalnya afek, kesiagaan, pengendalian impuls, cara memandang dan
berpikir, serta cara berinteraksi dengan orang lain.
2. Pola perilaku abnormal berlangsung lama, dan tidak terbatas pada episode
gangguan jiwa.
3. Pola perilaku abnormalnya pervasif
(mendalam) dan maladaptif yang jelas terhadap berbagai keadaan pribadi
dan sosial yanag luas.
4. Manifestasi di atas selalu muncul pada masa kanak-kanak atau remaja dan
berlanjut hinggga usia dewasa.
5. Gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi (personal distress) yang cukup berarti, tetapi baru menjadi nyata setelah perjalanan
yang berlanjut.
6. Gangguan ini biasanya “tapi tidak selalu”
berkaiatan secara bermakna dengan masalah-masalah pekerjaan dan kinerja sosial.
2.3 Faktor
Penyebab Gangguan Kepribadian dan Tingkah Laku
Dalam
gangguan kepribadian dan tingkah laku ada faktor yang menyebabkan timbulnya
gangguan. Ada faktor internal dan eksternal.
Faktor
Internal gangguan kepribadian dan tingkah laku :
1. Faktor
Genetika
Satu buktinya berasal
dari penelitian gangguan psikiatrik pada 15.000 pasangan kembar di Amerika
Serikat. Diantara kembar monozigotik angka kesesuaian untuk gangguan kepribadian
adalah beberapa kali lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik. Selain itu
menurut suatu penelitian, tentang penilaian multiple kepribadian dan tempramen,
minat okupasional dan waktu luang, dan sikap social, kembar monozigotik yang
dibesarkan terpisah adalah kira-kira sama dengan kembar monozigotik yang
dibesarkan bersama-sama.
2. Faktor
temperamental
Faktor temperamental
yang diidentifikasi pada masa anak-anak mungkin berhubungan dengan gangguan
kepribadian pada masa dewasa. Contohnya : anak-anak yang secara temperamental
ketakutan mungkin mengalami kepribadian menghindar.
3. Faktor
Biologis
Ø Hormon,
orang yang menunjukkan sifat impulsive seringkali juga menunjukkan peningkatan
kadar testosterone, 17 estradiol dan estrone.
Ø Neurotransmitter, penilaian
sifat kepribadian dan system dopaminergik dan serotonergik, menyatakan suatu
fungsi mengaktivasi kesadaran dari neurotransmitter tersebut. Meningkatkan
kadar serotonin dengan obat serotonergik tertentu seperti fluoxetine dapat
menghasilkan perubahan dramatic pada beberapa karakteristik kepribadian.
Serotonin menurunkan depresi, impulsivitas.
Ø Elektrifisiologi, perubahan
konduktansi elektrik pada elektroensefalogram telah ditemukan pada beberapa
pasien dengan gangguan kepribadian, paling sering pada tipe antisocial dan
ambang, di mana ditemukan aktivitas gelombang lambat.
4. Faktor
Psikoanalitik
Sigmund Freud
menyatakan bahwa sifat kepribadian berhubungan dengan fiksasi pada salah satu
stadium perkembangan psikoseksual. Fiksasi pada stadium anal, yaitu anak yang
berlebihan atau kurang pada pemuasan anal dapat menimbulkan sifat keras kepala,
kikir dan sangat teliti.
Faktor
Eksternal gangguan kepribadian dan tingkah laku :
1. Lingkungan Keluarga
Sebagai lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan
anak, keluarga memiliki pengaruh yang demikian penting dalam membentuk
kepribadian pada anak. Keluargalah peletak dasar perasaan aman pada anak, dalam keluarga
pula memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan aman, dasar perkembangan
sosial, dasar perkembangan emosi dan perilaku yang baik. Kesalahan dalam keluarga dapat menimbulkan gangguan emosi dan perkembangan perilaku pada seorang anak.
2. Lingkungan
Pendidikan/sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua setelah
keluarga. Timbulnya gangguan perilaku yang disebabkan lingkungan sekolah antara lain berasal
dari guru sebagai tenaga pelaksana pendidikan dan fasilitas penunjang yang dibutuhkan
anak didik. Perilaku guru yang otoriter mengakibatkan anak merasa tertekan dan
takut menghadapi pelajaran sehingga anak akan lebih memilih membolos dan keluyuran pada saat
dimana seharusnya ia berada dalam kelas.
3.
Lingkungan Masyarakat
Menurut Bandura (Kirkn & Gallagher, 1986) salah
satu yang mempengaruhi pola perilaku anak dalam lingkungan sosial adalah keteladan
yaitu menirukan perilaku orang lain. Masuknya budaya asing yang kurang sesuai dengan
tradisi yang dianut masyarakat pada umumnya pun akan menyebabkan pola perilaku anak yang menyimpang.
2.4
Klasifikasi Gangguan Kepribadian
dan Tingkah Laku
Gangguan Kepribadian dan Tingkah Laku dibedakan
dalam beberapa klasifikasi atau jenis. Yaitu :
a) Kelompok A
Terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid,
dan skizotipal. Individu pada ketiga gangguan ini menampilkan perilaku ynag
relative sama yaitu eksentrik dan aneh.
1.
PARANOID
Individu dengan gangguan kepribadian paranoid biasanya
ditandai dengan adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan yang sangat kuat kepada
orang-orang di lingkungan sekitarnya. Mereka seringkali sangat sensitive, mudah
marah, dan menunjukkan sikap bermusuhan.
Salah satu faktor penting dalam gangguan kepribadian
paranoid adalah adanya kecenderungan yang tidak beralasan (gangguan ini
biasanya dimulai sejak masa dewasa awal dan tampak pada berbagai situasi dan
kondisi) untuk menganggap perilaku orang lain sebagai merendahkan dan mengancam
diri mereka.
Individu dengan gangguan ini tidak mampu terlibat
secara emosional dan menjaga jarak dengan orang lain. Dalam situasi sosial,
individu dengan gangguan ini tampak efisien, praktis, dan cekatan, namun mereka
seringkali menjadi pemicu dari timbulnya masalah konflik dengan lingkungan.
Individu dengan gangguan kepribadian paranoid memiliki
gangguan ini sepanjang hidup mereka. Beberapa di antara mereka menunjukkan
gangguan ini sebagai pertanda awal sebelum akhirnya mereka menderita
skizofrenia.
2.
SKIZOID
Individu dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya
menampilkan perilaku atau pola menarik diri dan biasanya telah berlangsung
dalam jangka waktu yang lama. Mereka merasa tidak nyaman dalam berinteraksi
dengan orang lain, cenderung introvert, dan afek mereka pun terbatas.
Individu dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya
memberikan tampilan bahwa mereka “dingin” dan penyendiri. Hal ini terjadi
karena mereka memiliki kebutuhan yang sangat rendah untuk berhubungan secara
emosional dengan orang lain.
Kehidupan individu dengan gangguan ini biasanya
diwarnai dengan kegemaran pada aktifitas yang tidak melibatkan orang lain
(aktifitas mandiri) dan berhasil pada bidang-bidang yang tidak melibatkan
persaingan dengan orang lain.
Kehidupan seksual mereka biasanya hanya sebatas
fantasi dan mereka sedapat mungkin berusaha menunda kematangan seksualnya. Kaum
pria biasanya tidak menikah karena mereka tidak dapat melakukan hubungan yang
intim dan kaum wanita biasanya secara pasif akan menyetujui untuk menikah
dengan kaum pria yang agresif dan sangat menginginkan mereka menikah dengannya.
Individu dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya
mengalami kesulitan untuk mengekspresikan kemarahannya. Mereka menyalurkan
energi afektifnya (misalnya kemarahan) kepada bidang-bidang yang tidak
melibatkan orang lain.
Walaupun individu ini sangat penyendiri dan memiliki
impian-impian atau fantasi, namun tidak berarti bahwa individu dengan gangguan
ini mengalami masalah kontak realitas. Mereka tetap mampu membedakan antara
realitas dan fantasi atau impian.
Sejauh ini diketahui bahwa gangguan kepribadian
schizoid terjadi pada 7,5 persen populasi pada umumnya. Perbandingan antara
laki-laki dan perempuan juga tidak diketahui secara pasti namun diperkirakan
sekitar 2 : 1 (laki-laki : perempuan).
Awal munculnya gangguan ini biasanya pada masa
kanak-kanak awal. Biasanya berlangsung dalam jangka waktu yang lama walaupun
belum tentu seumur hidup mereka. Jumlah individu dengan gangguan ini yang
kemudian menjadi penderita skizofrenia, belum diketahui secara pasti.
3.
SKIZOTIPAL
Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal
biasanya tampak aneh secara sangat mencolok. Mereka memiliki pemikiran yang
ajaib (magical), ide-ide yang ganjil, ilusi dan derealisasi yang biasa
mereka tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Kadangkala isi pikiran mereka
dipenuhi oleh fantasi yang berkaitan dengan ketakutan dan fantasi yang biasanya
hanya muncul pada masa kanak-kanak.
Individu dengan gangguan ini mengalami masalah dalam
berpikir dan berkomunikasi. Mereka sensitive terhadap perasaan atau reaksi
orang lain terhadap dirinya, terutama reaksi yang negative seperti rasa marah
atau tidak senang. Mereka pun memiliki kemampuan yang rendah dalam berinteraksi
dengan orang lain dan kadangkala bertingkah laku aneh sehingga akhirnya mereka
seringkali terkucil dan tidak memiliki banyak teman.
Individu dengan gangguan skizotipal kadangkala juga
menampilkan gejala yang ditampilkan oleh individu dengan gangguan kepribadian
borderline. Apabila hal ini terjadi, terapis boleh sekaligus mendiagnosis
individu tersebut dengan 2 diagnosis, skizotipal dan borderline. Kadangkala
terapis harus lebih berhati-hati karena apabila individu dengan skizotipal
berada di bawah tekanan, mereka dapat menampilkan tingkah laku psikotik dan
tampak seperti penderita skizofrenia, hanya bedanya pada individu ini gejala
psikotik tersebut hanya tampak dalam waktu yang singkat dan segera menghilang.
Jadi harus berhati-hati, jangan langsung memberikan diagnosis skizofrenia karena
mungkin saja ternyata lebih sesuai dengan skizotipal.
Gangguan kepribadian skizotipal ini lebih banyak
muncul pada keluarga yang memiliki penderita skizofrenia dan di antara kembar
satu telur bila dibandingkan dengan kembar dari dua telur (33 persen vs 4
persen).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa 10 persen dari
individu dengan kepribadian skizotipal pernah merencanakan untuk bunuh diri.
Kepribadian skizotipal adalah titik awal yang memungkinkan seorang individu
menderita skizofrenia.
b) Kelompok B
Terdiri dari gangguan kepribadian antisosial,
borderline, histrionik, dan narsistik. Individu pada gangguan tersebut
menampakkan perilaku yang dramatis atau berlebih-lebihan, emosional, dan aneh
(tidak menentu).
1.
ANTI SOSIAL
Individu dengan gangguan kepribadian antisosial
biasanya secara terus menerus melakukan tingkah laku kriminal atau antisosial,
namun tingkah laku ini tidak sama dengan melakukan kriminalitas. Gangguan
kepribadian ini lebih menekankan pada ketidakmampuan individu untuk mengikuti norma-norma
sosial yang ada selama perkembangan masa remaja dan dewasa.
Individu dengan kepribadian antisosial biasanya mampu
menampilkan tingkah laku yang menewan, memiliki kemampuan verbal yang baik,
bahkan mampu menarik perhatian lawan jenis dengan perilakunya yang pandai
merayu. Di sisi lain, individu yang sejenis seringkali menganggap perilaku
individu dengan gangguan ini sebagai manipulatif dan terlalu menuntut.
Walaupun penampilan luarnya tampak positif, apabila
terapis menelusuri riwayat kehidupannya, biasanya dipenuhi dengan perilaku
berbohong, membolos, kabur dari rumah, mencuri, berkelahi, pemakaian
obat-obatan, dan berbagai aktivitas ilegal lainnya yang biasanya telah dimulai
sejak masa kanak-kanak. Mereka tidak dapat dipercaya dan tidak memiliki tanggung
jawab, oleh karena itu setelah dewasa individu dengan kepribadian antisosial
biasanya berkaitan dengan kasus penyikasaan pada pasangan hidup, pada anak,
pelacuran, dan mengandarai dalam keadaan mabuk.
Kepribadian ini lebih tampak pada daerah miskin. Usia
kemunculan gannguan ini adalah sebelum usia 15 tahun. Perempuan biasanya
menampakkan gejala ini sebelum masa pubertas dan pada anak laki-laki bahkan
sebelumnya. Pada populasi di penjara, prevelensi individu yang memiliki
kepribadian antisosial mencapai 75 persen.
Gangguan kepribadian antisosial biasanya muncul pada
masa remaja akhir. Prognosisnya bervariasi. Gangguan yang umum terjadi pada
individu dengan kepribadian antisosial adalah gangguan depresi, gangguam
alkohol, dan zat-zat tertentu (obat-obatan terlarang).
2.
BORDERLINE
Gangguan kepribadian borderline berada di perbatasan
antara gangguan neurotik dan psikotik dengan gejala-gejala afek, mood, tingkah
laku dan self-image yang sangat tidak stabil. Individu dengan gangguan
kepribadian ini moodnya selalu berubah-ubah.
Tingkah laku dari individu dengan kepribadian
borderline sangat tidak dapat diduga, akibatnya mereka jarang mencapai hasil
yang sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki (under-achiever). Mereka
juga memiliki kecenderungan menyakiti diri sendiri (self-destrictive).
Individu ini memiliki kemungkinan untuk mengiris pergelangan tangannya dan
menampilkan berbagai self-mutilation (tindakan melukai diri sendiri,
memotong)dengan tujuan mencari pertolongan dari orang lain, untuk
mengekspresikan kemarahan mereka, atau mengumpulkan afek-afek yang mereka
rasakan.
Individu dengan kepribadian borderline merasa
bergantung pada orang lain, namun mereka juga memiliki perasaan bermusuhan
terhadap orang lain. Individu dengan gangguan ini pun tidak tahan atau tidak
dapat hidup apabila sendirian. Ketika kesepian dan kebosanan melanda mereka,
walaupun hanya untuk waktu yang singkat mereka akan berusaha sekuat tenaga
untuk menemukan teman, walaupun hanya sebatas teman duduk.
Diperkirakan gangguan ini muncul pada sekitar 1 atau 2
persen pada populasi umum. Gangguan kepribadian ini dua kali lebih banyak pada
kaum perempuan ketimbang laki-laki.
Berdasarkan penelitian longitudinal diketahui bahwa
individu dengan gangguan kepribadian borderline tidak menunjukkan tanda-tanda
perkembangan kea rah gangguan skizofrenia, namun individu ini memiliki
kecenderungan untuk mengalami episode major depressive disorder.
3.
HISTRIONIK
Gangguan Kepribadian Histrionik ditandai dengan
tingkah laku yang bersemangat (colorfull), dramatis atau suka menonjolkan diri
dan ekstrovert pada individu yang emosional dan mudah terstimulasi oleh
lingkungan.
Individu dengan gangguan ini selalu berusaha mencari
perhatian dari lingkungan. Mereka cenderung untuk melebih-lebihkan pikiran atau
perasaan mereka dan membuat segala sesuatunya tampak lebih penting dari yang
sesungguhnya.
Tingkah laku merayu (seduktif) umum terjadi
baik pada kaum pria maupun wanita dengan gangguan ini. Mereka pun kadangkala
memiliki fantasi-fantasi seksual dengan mereka akan berhubungan. Pada
kenyataannya, individu dengan gangguan histrionik biasanya memiliki masalah
atau ganggan disfungsi seksual, pada kaum wanita biasanya anorgasmik
(masalah dalam orgasme) dan pada kaum prianya impoten. Mereka melakukan
tingkah laku seduktif lebih karena ingin meyakinkan diri sendiri bahwa mereka
menarik untuk lawan jenisnya.
Individu dengan gangguan ini cenderung untuk tidak
menyadari perasaan-perasaan mereka dan tidak pula menyadari serta mampu
menjelaskan motivasi dari berbagai tindakan yang dilakukannya karena salah satu
mekanisme pertahanan diri yang mereka gunakan adalah represi. Apabila individu
ini dalam kondisi stress, kontak dengan realitas dapat terganggu.
Gangguan kepribadian histrionik lebih banyak ditemukan
pada perempuan ketimbang laki-laki. Kadangkala gangguan ini bersamaan dengan
gangguan somatisasi dan penggunaan alkohol.
Dengan bertambahnya usia, biasanya gejala-gejala
gangguan kepribadian histrionik ini akan menurun. Individu dengan gangguan ini
biasanya dapat terlibat dengan masalah hukum, penggunaan zat , dan pelacuran
karena mereka selalu memiliki tujuan untuk mencari dan mendapatkan perhatian
dari lingkungan.
4.
NARSISTIK
Individu dengan gangguan kepribadian narsisistik
memiliki perasaan yang kuat bahwa dirinya adalah orang yang penting serta
individu yang unik. Mereka merasa bahwa dirinya spesial dan berharap
mendapatkan perlakuan yang khusus pula. Oleh karena itu, mereka sangat sulit
atau tidak dapat menerima kritik dari orang lain.
Sikap mereka mengakibatkan hubungan yang mereka miliki
biasanya rentan (mudah pecah) dan mereka dapat membuat orang lain sangat marah
karena penolakan mereka untuk mengikuti aturan yang ada.
Individu dengan gangguan narsisistik tidak memiliki
self-estem yang mantap dan mereka rentan mengalami depresi. Masalah-masalah
yang biasanya muncul karena tingkah laku individu yang narsisistik misalnya
sulit membina hubungan interpersonal, penolakan dari orang lain, kehilangan
sesuatu atau masalah dalam pekerjaan.
Prevalensi mengalami peningkatan pada populasi dengan
orang tua yang selalu menanamkan ide-ide kepada anaknya bahwa mereka cantik,
berbakat, dan spesial secara berlebihan.
Gangguan kepribadian narsisistik merupakan gangguan
yang kronis dan sulit untuk mendapat perawatan. Mereka biasanya tidak dapat
menerima kenyataan bahwa usia mereka bahwa sudah lanjut, mereka tetap
menghargai kecantikan, kekuatan, dan usia muda secara tidak wajar. Oleh karena
itu, mereka lebih sulit melewati krisis pada usia senja ketimbang individu lain
pada umumnya.
c) Kelompok C
Terdiri dari gangguan kepribadian
avoidant, dependent, dan obsesif-kompulsif. Individu dengan gangguan
kepribadian semacam ini tampak selalu cemas dan ketakutan.
1.
MENGHINDAR (AVOIDANT)\
Kunci dari individu dengan gangguan kepribadian
menghindar adalah sangat sensitif terhadap penolakan, sehingga akhirnya yang
tampak adalah tingkah laku menarik diri. Individu dengan gangguan ini adalah
individu yang memiliki ketakutan yang besar akan kemungkinan adanya kritik,
penolakan atau ketidaksetujuan, sehingga merasa enggan untuk menjalin hubungan,
kecuali ia yakin bahwa ia akan diterima.
Individu tersebut bahkan terkadang menghindari
pekerjaan yang banyak memerlukan kontak interpersonal. Dalam situasi sosial, ia
sangat mengendalikan diri (kaku) karena sangat amat takut mengatakan sesuatu
yang bodoh atau dipermalukan atau tanda-tanda lain dari kecemasan. Ia merasa
yakin bahwa dirinya tidak kompeten dan inferior, serta tidak berani mengambil
risiko atau mencoba hal-hal baru.
Individu dengan gangguan kepribadian menghindar
biasanya tidak memiliki teman dekat. Secara umum dapat dikatakan bahwa sifat
yang dominan pada individu ini adalah malu-malu. Biasanya individu dengan
gangguan kepribadian menghindar biasanya memiliki sejarah fobia sosial atau
malahan menjadi fobia sosial dalam perjalanan gangguannya.
Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria dari avoidant
personality disorder adalah sebagai berikut:
Penghindaran terhadap kontak
interpersonal karena takut kritik dan penolakan.
Ketidakmampuan untuk terlibat dengan
orang lain kecuali ia merasa yakin akan disukai atau diterima.
Kekakuan dalam hubungan yang intim
karena takut dipermalukan atau dicemooh.
Perhatian yang berlebihan terhadap
kritik atau penolakan.
Perasaan tidak mampu.
Perasaan inferior.
Keengganan yang ekstrem untuk
mencoba hal-hal baru karena takut dipermalukan.
2.
DEPENDEN
Individu dengan gangguan kepribadian
dependen cenderung meminta orang lain untuk memikul tanggung jawab terhadap
diri mereka, tidak percaya diri, merasa tidak nyaman apabila harus sendirian
(walaupun dalam jangka waktu yang singkat). Mereka cenderung submisif atau
patuh.
Individu dengan gangguan ini pun tidak
mampu membuat suatu keputusan tanpa adanya nasehat, saran serta dukungan yang
sangat banyak dari lingkungannya. Mereka berusaha menghindar dan tidak bersedia
posisi yang sarat dengan tanggung jawab serta menjadi cemas apabila harus
berperan sebagai pemimpin. Mereka lebih memilih menjadi individu yang submisif
yang patuh dan mengikuti orang lain. Pesimisme, keraguan diri, pasivitas, dan
ketakutan untuk mengekspresikan perasaan seksual dan agresif menandai perilaku
gangguan kepribadian dependen.
Individu dengan kepribadian dependen
cenderung mengalami kesulitan dalam fungsi pekerjaan apabila mereka dituntut
untuk bekerja secara mandiri dan tidak disertai adanya pengawasan. Hubungan
sosial yang mereka jalin terbatas hanya pada orang-orang dimana mereka dapat
bergantung.
Menurut teori psikodinamika,
gangguan ini timbul karena adanya regresi atau fiksasi pada masa oral karena
orang tua yang sangat melindungi atau orang tua yang mengabaikan kebutuhan
tergantung. Pendekatan kognitif-behavioral mengemukakan bahwa penyebabnya
adalah karena kurang asertif dan kecemasan dalam membuat keputusan.
Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria
gangguan kepribadian dependen yaitu sebagai berikut:
Kesulitan
dalam mengambil keputusan tanpa nasihat dan dukungan yang berlebihan dari orang
lain.
Kebutuhan
terhadap orang lain untuk memikul tanggung jawab dalam hidupnya.
Kesulitan
dalam mengatakan atau melakukan penolakan terhadap orang lain karena takut
kehilangan dukungan dari orang lain.
Kesulitan
dalam melakukan atau mengerjakan sesuatu sendiri karena kurang percaya diri.
Melakukan
hal-hal yang tidak menyenangkan baginya sebagai cara untuk memperoleh
penerimaan dan dukungan dari orang lain.
Perasaan
tidak berdaya ketika sendiri karena kurang percaya pada kemampuan diri dalam
menyelesaikan sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Segera
mencari hubungan baru ketika hubungan yang sedang terjalin telah berakhir.
Sangat
ketakutan untuk mengurus atau menjaga diri sendiri.
3.
OBSESIF KOMPULSIF
Obsessive-compulsive personality disorder, yaitu
gangguan pada individu yang mempunyai gaya hidup yang perfeksionis.Gangguan ini
ditandai dengan tingkah laku yang keras kepala, kebimbangan, sangat teratur,
dan cenderung mengulang-ulang sesuatu hal. Kunci utama dari gangguan ini adalah
kecenderungan perfeksionis dan tidak fleksibel yang sudah menetap pada diri
individu. Sebagai contoh: individu dengan gangguan ini terus menerus mengecek
seluruh kunci pintu di rumah karena mereka merasa takut pada pencuri, mencuci
tangan terus-menerus kadangkala hingga kulit tangan menjadi luka.
Individu dengan obsessive-compulsive personality
bersifat perfeksionis, sangat memperhatikan detail, aturan, jadwal, dan
sebagainya. Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif sangat
memperhatikan detail sehingga kadang ia tidak dapat menyelesaikan hal yang
dikerjakannya. Ia lebih berorientasi pada pekerjaan daripada bersantai-santai
dan sangat sulit mengambil keputusan karena takut membuat kesalahan. Selain
itu, ia juga sangat sulit mengalokasikan waktu karena terlalu memfokuskan diri
pada hal-hal yang tidak seharusnya. Biasanya ia memiliki hubungan interpersonal
yang kurang baik karena keras kepala dan meminta segala sesuatu dilakukan
sesuai dengan keinginannya. Istilah yang umum digunakan sebagai julukan bagi
individu seperti itu adalah “control freak”. Individu dengan gangguan
kepribadian ini pada umumnya bersifat serius, kaku, formal dan tidak fleksibel,
terutama berkaitan dengan isu-isu moral. Ia tidak mampu membuang objek yang
tidak berguna, walaupun objek tersebut tidak bernilai. Di samping itu, ia juga
pelit atau kikir.
Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria dependent personality
disorder yaitu sebagai berikut:
Sangat perhatian terhadap aturan dan
detail secara berlebihan sehingga poin penting dari aktivitas hilang.
Perfeksionisme yang ekstrem pada
tingkat di mana pekerjaan jarang terselesaikan.
Ketaatan yang berlebihan terhadap
pekerjaan sehingga mengesampingkan waktu senggang dan persahabatan.
Kekakuan dalam hal moral.
Kesulitan dalam membuang
barang-barang yang tidak berguna.
Tidak ingin mendelegasikan pekerjaan
kecuali orang lain megacu pada satu standar yang sama dengannya.
Kikir atau pelit.
Kaku dan keras kepala.
2.5 Dampak
Gangguan Kepribadian dan Tingkah Laku
Damapak
dari gangguan kepribadian dan tingkah laku dapat dilihat dari gambaran umum dan
dari segi-segi aspek.
Secara umum
Dampak gangguan kepribadian :
1.
Isolasi sosial, kehilangan
sahabat-sahabat terdekat yang disebabkan ketidakmampuan untuk menjalani hubungan yang sehat, rasa
malu yang disebabkan putusnya hubungan dengan masyarakat.
2.
Bunuh diri, melukai diri sendiri
sering terjadi pada individu yang mengalami gangguan kepribadian ambang dan
cluster B.
3. Ketergantungan pada alkohol dan obat-obatan.
4. Depresi, kecemasan dan gangguan makan. Untuk
semua cluster mempunyai resiko berkembangnya problema psikologis lainnya.
5.
Perilaku berbahaya yang dapat
merusak diri sendiri. Penderita gangguan kepribadian ambang berpotensi
melakukan tindakan berbahaya, tanpa perhitungan seperti terlibat pada seks
bebas beresiko atau terlibat dalam perjudian. Pada gangguan kepribadian
dependen beresiko mengalami pelecehan seksual, emosional, atau kekerasan fisik.
6. Karena individu ini hanya
mengutamakan pada bertahan hubungan semata (bergantung pada orang tersebut).
7. Kekerasan atau bahkan pembunuhan. Perilaku agresif
pada gangguan kepribadian paranoid dan antisosial.
8.
Tindakan kriminal. Gangguan
kepribadian antisosial mempunyai resiko lebih besar melakukan tindakan
kriminal. Hal ini dapat mengakibatkan diri bersangkutan dipenjara.
9.
Gangguan simtom yang ada dapat
menjadi lebih buruk dikemudian hari bila tidak mendapatkan perawatan secara
baik.
Dampak gangguan kepribadian berdasarkan aspek-aspek :
Perkembangan
1.
Emosional
Apabila emosi tersebut sudah begitu keras melampaui batas penerimaan atau
nilai kritik individu begitu keras sehingga fungsi individu terganggu maka
dinyatakan emosinya terganggu, mungkin sebagai pendorong maupun penghambat
tetapi sudah diluar kewajaran karena sifatnya berlebihan.
2.
Motorik
Pada orang yang normal proses dari adanya motivasi sampai dengan gerakan
tersebut pada umumnya berjalan lancar sedangkan pada gangguan prilaku proses
tersebut tidak lancar. Contohnya : orang yang lemah terhadap kemauan dan orang yang
tidak sanggup melakukan sugesti.
3.
Kepribadiaan
Sifat curiga yang menonjol, orang lain selalu dilihat sebagai aggressor,
ingin
merugikan, ingin menyakiti dan sebagainya sehingga ia bersikap sebagai
pemberontak untuk mempertahankan harga dirinya dan juga melemparkan
tanggungjawab dan kesalahan pada orang lain.
2.6 Terapi
Gangguan Kepribadian dan Tingkah Laku
Terapi gangguan kepribadian dan tingkah laku
disebutkan secara umum dan dapat dilakukan sesuai jenis atau klasifikasi
gangguan. Artinya terapi yang diberikan berdasarkan gangguannya.
Secara
umum terapi gangguan kepribadian dan tingkah laku :
A. Pendekatan Biofisikal
Terapi bagi yang mengalami penyimpangan tingkah laku
bertujuan untuk mengurangi prilaku yang mengganggu, memperbaiki
prestasi sekolah dan hubungan dengan lingkungannya, serta lebih mandiri di rumah dan
di sekolah. Disamping itu, terapi ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan diri
anak dan prilaku yang lebih aman di komunitas.
Saat dilaksanakan terapi disarankan keluarga penderita
dilibatkan agar terapi dapat berlangsung dengan lebih efektif. Keterlibatan
anggota keluarga lainnya dan guru sangat diperlukan dalam penanganannya. Dalam hal ini
dokter berperan sebagai educator dan konsultan bagi penderita dan keluarga penderita.
Terapi Biofisikal dilakukan dengan cara mengontril zat-zat yang ada dalam otak. Pilihan
utama terapi adalah obat dari golongan psikostimulan. Salah satunya adalah
Methylphenidate.
B. Pendekatan Psikodinamik
Sigmund Freud dengan pendekatannya “Deep Theraphy”
dengan adanya :
1. ID atau dorongan-dorongan dalam diri prinsip kerjanya adanya kepuasan berkaitan dengan napsu dan sex (pleasure principle), berada dibawah alam
sadar.
2. Ego prinsipnya kenyataan dan bersifat eksklusif yang mengintegrasikan
antara id dan super id (reality principle). Fungsinya mengatur
dan menahan desakan dalam diri sesuai dengan realita. Ego terbagi menjadi dua :
a.
Ego ideal : terkait dengan aturan-aturan standar moral
b.
Concience : kata hati, timbul akibat tekanan, peringatan, hukuman yang datang dari luar
Menurut Freud, tingkah laku manusia itu dikendalikan
oleh ketidaksadaran, sifat dari tingkah laku manusia itu mekanis (deterministic
mekanik). Menurut Freud, aneka situasi yang menekan yang mengancam akan menimbulkan
kecemasan dalam diri seseorang. Kecemasan ini berfungsi sebagai peringatah
bahaya sekaligus merupakan kondisi tidak menyenangkan yang perlu diatasi. Jika
individu mampu mengatasi sumber tekanan (stressor), kecemasan akan hilang. Sebaliknya
jika gagal dan kecemasan terus mengancam mungkin dengan intensitas yang meningkat
pula, maka individu akan menggunakan salah satu atau beberapa bentuk mekanisme
pertahanan diri. Langkah ini secara superficial dapat membebaskan individu dari kecemasannya, namun akibatnya dapat timbul kesenjangan antara
pengalaman individu dan realitas.
C. Pendekatan Behavioral
Teknik-teknik terapi dari pendekatan behavioral :
1.
Shaping adalah pembentukan tingkah laku baru dari yang sederhana ke yang
komplek.
2.
Chaining adalah teknik yang menghubungkan potongan-potongan tingkah laku
sehingga menjadi suatu tingkah laku.
3.
Promting digunakan apabila anak setelah diberi instruksi 2 kali.
4. Cueing adalah isyarat verbal / gestrud (bahasa tubuh) untuk menguatkan atau
melemahkan tingkah laku tertentu.
5. Time out mengistirahatkan atau mengeluarkan seseorang yang berprilaku yang
tidak diharapkan dari kelompok.
6.
Token economy adalah pemberian ganjaran dengan sesuatu bernilai ekonomis,
point, kartu diganti dengan barang biasa digunakan pada anak yang suka memukul
ini dimaksudkan supaya si anak dapat menahan untuk mendapatkan point tadi.
Teknik pendekatan behavioral menurut Hesher :
1. Desentisisasi (penuruan kepekaan), sistematik desentasisistem adalah penurunan
kepekaan secara sistematik.
a.
S.D 1 (imago) adalah latihan penurunan kepakaan dengan khayalan
b.
S.D 2 (real live/invivo) adalah digunakan untuk penderita phobia
2. Assertive training adalah latihan mempertahankan diri akibat perlakuan orang
lain yang menimbulkan kecemasan dengan mempertahankan harga diri. Biasanya
cocok digunakan bagi orang-orang yang rendah diri atau yang sering diejek.
3. Sexual training diberikan kepada klien yang mengalami kecemasan dalam hubungan
seksual / antar jenis kelamin.
4. Avection therapy adalah latihan menghilangkan kebiasaan buruk dengan memberikan
stimulus yang memberikan respon yang berkebalikan. Biasanya digunakan untuk
anak-anak yang suka mengompol.
5.
Cover desentisition sama dengan SD 1 adalah menghilangkan kebiasaan buruk
seperti pemabuk dengan cara membayangkan pada saat yang bersamaan diminta untuk
membayangkan hal yang paling tidak menyenangkan bedanya SD 1 dibimbing.
6.
Thought stoping (penghentian pikiran) adalah menghilangkan kecemasan akibat
perlakuan orang yang tidak mengenakan, missal : anak diminta membayangkan
sesuatu yang sangat menyakitkan dirinya sendiri lalu pada saat klimaks
dihentikan.
7.
Modeling adalah anak diperintahkan menirukan sesuatu.
D. Pendekatan Sosiologi
Pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagai salah
satu pendekatan yang menggunakan media masyarakat sebagai media pembelajaran
untuk individu yang dianggap mempunyai tingkah laku menyimpang. Karena dalam
lingkungan itulah individu dapat belajar tentang banyak hal termasuk di
dalamnya adalah tentang pola prilaku yang sesuai dengan lingkungan di mana ia
berada.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Gangguan
kepribadian atau dikenal dengan personality disorder adalah gangguan dalam perilaku
yang memberikan dampak atau dinilai negatif oleh masyarakat. Gangguan
kepribadian pada umumnya ditandai oleh masalah-masalah dimana individu secara
tipikal mengalami kesukaran dalam melaksanakan kehidupan dengan orang lain
sebagaimana yang ia kehendaki. Orang yang mengalami gangguan kepribadian ini
melihat orang lain sebagai hal yang membingungkan, tidak jelas dan tidak dapat
diduga. Dan begitu pula sebaliknya, ia akan melakukan tindakan sosial secara membingungkan. Seseorang yang menderita
gangguan tidak begitu saja dibiarkan melainkan harus melakukan terapi. Terapi yang
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan gangguan yang terjadi. Melalui
proses dari dalam dirinya maupun eksternal dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
(Diakses Tanggal 20 April 2015)