A. Latar Belakang
Pentingnya Psikologi Sosial Untuk Anak Tunadaksa
Ditinjau
dari aspek psikologis anak tuna daksa cenderung merasa apatis, malu, rendah
diri, sensitif dan kadang-kadang pula muncul sikap egois terhadap lingkungannya
yang disebabkan oleh perkembangan dan pembentukan pribadi yang kurang didukung
oleh lingkungan sekitar. Keadaan seperti ini mempengaruhi kemampuan dalam hal
sosialisasi dan interaksi sosial terhadap lingkungan sekitarnya atau dalam
pergaulan sehari-harinya. Masalah psikologis anak tuna daksa dipengaruhi oleh
faktor internal yang berasal dari diri anak dan faktor eksternal yang berasal
dari lingkungan keluarga dimana ia tinggal dan lingkungan masyarakat. Anak atau
siswa tuna daksa yang satu dengan yang lain belum tentu sama apa yang
dipikirkannya. Jadi meskipun sama-sama mengalami ketunaan, belum tentu apa yang
dirasakan seseorang sama dengan yang dirasakan anak tuna-tuna lainnya. Dengan
demikian psikologi sosial memiliki peranan yang sangat penting bagi anak
tunadaksa untuk perkembangan dirinya dalam berinteraksi dengan lingkungnya Agar
mereka lebih mandiri dan tidak selalu bergantungke pada orang lain. Selain itu
untuk membentuk kepribadian dalam diri anak tunadaksa tidaklah hal yang mudah,
butuh proses yag cukup lama.
B. Perlunya
Kepribadian yang Mandiri Bagi Anak Tunadaksa
Kemandirian dan
keutuhan merupakan segala kebutuhan anak yang menyangkut aspek fisik berupa
mobilisasi dan psikososial, seperti rasa aman dan tidak selalu bergantung pada
orang lain. Karena mereka kebanyakan memiliki sikap dan sifat minder serta
tidak percaya diri atas kondisi dirinya yang mengalami kelainan akibatnya
mereka sulit untuk berinteraksi dengan lingkungan sosil sekitar. Selain itu
tuna daksa mengalami kesulitan melakukan gerakan secara bebas dan membutuhkan
alat-alat khusus untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari
Keterbatasan-keterbatasan fisik tersebut, membuat anak tunadaksa mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang membutuhkan ketrampilan motorik.
Karena kecacatannya, mereka juga sersing mendapat perlakuan yang berlebihan
dari lingkungan sekitar, seperti rasa belas kasihan atau bahkan diremehkan dan
dianggap jijik akibatnya anak tunadaksa menjadi sulit untuk mengembangkan
kemandiriannya. Pada akhirnya mereka kerap tidak bisa mandiri dan masih
bergantung pada orang lain. Untuk mencapai kemandirian dan keutuhan pribadi
dapat dicapai melalui pendidikan.
C. Dukungan Keluarga
dan Sosial Mempengaruhi Penyesuaian Anak Tunadaksa
Keluarga merupakan lingkungan
pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan termasuk
perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga, pola
pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain merupakan lingkungan yang
kondusif bagi sosialisasi anak. Bila orang
tua terlalu melindungi anak-anaknya maka akan timbul ketergantungan kepada
orang tua. Kehadiran anak cacat yang tidak dapat diterima oleh orang tua,
ditolak, diacuhkan dan seakan-akan disingkirkan keberadaannya dan sikap
masyarakat sekitarnya juga demikian akan merusak perkembangan pribadi serta
sosial anak. Perkembangan dan pembentukan pribadinya sangat ditentukan oleh
sikap positif keluarga di samping juga ditentukan masyarakat.
Peran orang tua terhadap
konsep diri dan kemampuan komunikasi interpersonal pada anak tuna daksa
menunjukkan bahwa dukungan orang tua mempengaruhi pembentukan konsep diri anak
tuna daksa dan nantinya akan mempengaruhi dalam komunikasi interpersonalnya.
Perlakuan yang berbeda dari keluarga dan masyarakat akan menimbulkan kepekaan
efektif pada para penyandang tuna daksa, yang tak jarang mengakibatkan
timbulnya perasan negatif pada diri mereka terhadap lingkungan sosialnya.
Keadaan ini menyebabkan hambatan pergaulan sosial penyandang tuna daksa. Jika
keluarga dan lingkungan memberikan perlakuan positif, maka penyesuaian diri
pada anak tunadaksa juga akan baik karena mereka merasa diterima di lingkungan
keluarga juga sosialnya dengan keterbatasan yang dia milikinya.
Ada empat faktor
yang mempengaruhi perkembangan sikap anak tunadaksa, yaitu:
1)
Faktor
keluarga
Keluarga atu orang tua merupakan salah satu diantara
komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap anak tunadaksa. Keluarga merupakan
sosok yang dianggap penting dan yang paling dekat dengan mereka, jika keluarga
bisa menerima kondisi anak dengan segala keterbatasannya maka kepribadian sikap
anak akan berkembang bagus. Namun sebaliknya jika keluarga tidak bisa menerima
maka sikap yang terbentuk akan buruk dan membuat ank cenderung bersikap negatif
atau menyimpang.
2)
Faktor
Lingkungan sosial masyarakat
Sosial masyarakat sangat besar pengaruhnya bagi anak
tunadaksa. Lingkungan yang baik akan memberikan respon yang baik, sebaliknya
lingkungan yang negatif maka akan menimbulkan sikap yang buruk pula pada
pembentukan pribadi anak tudaksa.
3)
Faktor
emosional
Sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang
didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego. Biasanya anak tunadaksa cenderung memiliki sikap
apatis, malu, rendah diri, sensitif dan kadang-kadang pula muncul sikap egois
serta emosinya labil sehingga gampang tersinggung dengan lingkungan sekitarnya.
4) Faktor
pengalaman pribadi
Apa yang telah atau pernah dialami akan ikut membentuk
dan mempengaruhi penghayatan anak tudaksa terhadap stimulus sosial dari dalam
dirinya.
C. Perkembangan
Sosial Anak Tunadaksa
Keanekaragaman
pengaruh perkembangan yang bersifat negatif menimbulkan resiko bertambah
besarnya kemungkinan munculnya kesulitan dalam penyesuaian diri pada anak-anak
tunadaksa. Hal ini berkaitan erat dengan perlakuan masyarakat terhadap
anak-anak tunadaksa. Sebenarnya kondisi sosial yang positif menunjukkan sosial
yang positif menunjukkan kecenderungan untuk menetralisir akibat keadaan
tunadaksa tersebut.
Sikap orang tua, keluarga, teman sebaya, teman sekolah
dan masyarakat pada umumnya sangant berpengaruh terhadap pembentukan konsep
diri anak tunadaksa. Dengan demikian akan mempengaruhi respon anak terhadap
lingkungannya. Seorang anak akan menghargai dirinya sendiri apabila
lingkunganpun menghargainya, misalnya : seorang anak yang dianggap oleh
masyarakat tidak berdaya akan merasa bahwa dirinya tidak berguna.
Ejekan dan gangguan anak-anak normal terhadap anak
tunadaksa akan menimbulkan kepekaan efektif pada anak tunadaksa, yang tidak
jarang mengakibatkan timbulnya perasaan negatif pada mereka terhadap lingkungan
sosialnya. Keadaan ini menyebabkan hambatan pergaulan sosial anak tunadaksa.
Anak-anak tunadaksa seringkali tidak dapat
berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan anak-anak yang seusianya, terutama
dalam kelompok sosial yang sifatnya lebih resmi.
Dukungan
keluarga dan dukungan masyarakat terhadap anak tunadaksa memiliki pengaruh yang
besar karena sikap keluarga dan masyarakat tersebut mempengaruhi perkembangan
kepribadian anak tersebut. Orang tua atau
masyarakat yang menunjukkan sikap menolak akan mengakibatkan anak
tunadaksa merasa rendah dri, merasa tidak berdaya, merasa tidak pantas, merasa
frustasi, merasa bersalah, merasa benci, dan sebagainya.
Seperti telah dikemukakan bahwa dalam membentuk self
respect pada anak, yang paling penting adalah menghargai anak dengan jalan
menerima anak apa adanya. Sehingga anak merasa bahwa dirinya ada sebagai suatu
pribadi/individu.
Sikap
masyarakat terhadap anak tunadaksa, menunjukkan pengaruh yang sangat menentukan
terhadap perkembangan kepribadian individu yang bersangkutan. Hal ini sangat
erat kaitannya dengan pandangan masyarakat dewasa ini yang memandang ukuran
keberhasilan seseorang dari prestasi yang dicapainya. Keterbatasan yang
disandang tunadaksa, yang menghambatnya untuk berprestasi seperti anak-anak
normal dapat menimbulkan rasa tidak aman dan kecemasan yang mengganggu
perkembangan kepribadian anak-anak tersebut. Dalam menghadapi situasi itu,
anak-anak tunadaksa melakukan berbagai upaya menghindari tuntutan untuk
berhasil dengan cara-cara yang masih dapat diterima oleh masyarakat. Tindakan
seperti itu seringkali menimbulkan hambatan-hambatan terhadap perkembangan
kepribadian anak, misalnya dengan munculnya perasaan terpojok, tidak mempunyai
kesempatan untuk meraih sukses, tujuan yang tidak realistisk, dsb.
1. Kartadinata, Sumaryo. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta :
Depdikbud Dikti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar